UJIAN TUHAN MELALUI LION AIR JT 610
“Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un)”. (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
Dalam lima tahun terakhir, tercatat sedikitnya ada lima pesawat udara yang mengalami musibah berdasarkan data idntimes.com. Pertama, Lion Air JT 904 terjadi pada April 2013. Pesawat ini terjatuh saat penerbangan Bandung-Bali terjatuh 20 meter dari daratan 300 meter barat daya dari ujung landasan. Pesawat ini terjatuh di laut dangkal di dekat Bandara Ngurah Rai, Bali. Penyebab dari kecelakaan ini adalah faktor human error dan cuaca. Awalnya pesawat ini dikendalikan oleh kopilot, lalu dalam posisi ingin mendarat pilot mengambil alih kendali pesawat. Menurut laporan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), pilot gagal melihat secara akurat apa yang ada di depan karena hujan deras dan kabut tebal.
Kedua, Merpati Nusantara Airlines 6517 terjadi pada Juni 2013. Saat penerbangan Bandar Udara Soa – Bandar Udara El Tari mengalami hard landing saat mendarat di Kupang. Ketiga, Pesawat Air Asia 8501 terjadi pada Desember 2014. Pesawat dengan rute penerbangan Surabaya – Singapura dengan nomor penerbangan 8501 terjatuh di Laut Jawa. Pesawat ini mengangkut 162 penumpang beserta kru dengan enam kewarganegaraan. 155 penumpang berwarganegara Indonesia, tiga Korea Selatan, satu Prancis, satu Malaysia, satu Singapura, dan satu Britania Raya.
Keempat, Pesawat Hercules C-130 terjadi pada Juni 2015. Pesawat dengan rute Pangkalan Angkatan Udara Soewondo, Medan – Bandara Raja Haji Fisabililah, Tanjung Pinang baru terbang dua menit dan sudah terjatuh berjarak lima kilometer dari pangkalan. Kecelakaan ini mengakibatkan 141 korban jiwa dan tiga luka-luka. Kelima, Lion Air JT 610 yang terjadi pada 29 Oktober 2018. Berdasarkan pantauan kompas.com bahwa terdapat sembilan kecelakaan dan insiden yang teradi di Indonesia bahkan dalam dua tahun terakhir.
Musibah yang menimpa Lion Air JT 610 adalah sebuah ujian Tuhan kepada kita semua. Peristiwa yang terjadi akhir Oktober 2018 tersebut tidak ada yang mengetahui sebelumnya, itulah takdir. Takdir memang tidak pernah ada yang tahu kapan terjadi. Sebuah bencana alam, gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, dan lain sebagainya itulah kuasa Allah . Terlebih kapan datangnya hari akhir, tidak ada satupun yang mengetahuinya. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Nabi Muhammad ditanya oleh Ruuhul amin atau malaikat Jibril, kapan datangnya hari kiamat, ia menjawab “yang bertanya lebih tahu dari yang ditanya”.
Siapa Sesungguhnya Orang yang Sabar
Pada ayat sebelumnya, yaitu Q.S Al-Baqarah [2]: 155, telah dituliskan dalam mushaf Al-Qur’an bahwa manusia diuji dengan berbagai macam hal. Manusia akan diuji oleh Allah dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Semua orang akan mengalami hal tersebut. Istimewa bagi orang yang tahan dan kuat akan ujian tersebut dengan melafalkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami ini milik Allah dan kepadaNyalah kami akan kembali).
Siapa sesungguhnya yang dikatakan orang yang sabar? Yaitu orang yang melafalkan Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. Lebih jauh lagi, tidak sekedar melafalkan/mengucapkan semata, namun benar-benar menghayati maknanya. Setelah dihayati maknanya, maka benar-benar sadar bahwa semua adalah titipan Allah . Dalam hal ini, bagi siapa saja yang dapat menjadikan dirinya sabar atas ujian, berarti sesungguhnya ia telah lolos dari ujian tersebut.
Kejadian yang menimpa Lion Air JT 610 adalah hanya contoh kecil saja. Kejadian yang menyadarkan setiap insan bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali hanya Allah samata yang menjalankannya. Semua harta, benda, kedudukan, jabatan, sekedar melekat tidak lama pada diri manusia. Jika tidak dimanfaatkan pada jalan kebaikan, maka sungguh akan sia-sia, karena itu semua adalah titipan sang Maha Kuasa.
Ujian tidak hanya berupa musibah kelaparan, ketakutan, kehilangan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Lebih dari itu, semua yang kita miliki adalah bentuk ujian dari Allah . Harta yang diamanahkan kepada kita, anak-anak, orangtua, saudara, jabatan, kesenangan, dan lain sebagainya. Bertanya pada diri masing-masing, sudahkah kita menjaga amanah tersebut dengan baik? Sejauh mana nilai kebermanfaatan amanah tersebut untuk sekitar kita? Maka, dengan cara minimal “bersyukur” atas apa yang diberikannya adalah bentuk kita menjaga amanah tersebut. Sehingga bertambah hari, bertambah pula nilai kebaikan dalam diri kita.
Ganjaran, Bagi yang Sabar
Ganjaran bagi yang sabar jelas diperoleh bagi siapapun dalam menghadapi ujian, terlebih sanak familinya yang mengalami musibah. Secara umum, tidak hanya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 semata yang baru terjadi, namun semua kejadian yang menimpa kita, seperti gempa di Lombok dan Palu, sekaligus tsunami. “Sabar” adalah kata kunci dari segalanya. Karena yakinlah bahwa Allah tidak akan pernah ingkar pada janjiNya. Allah berjanji akan memberikan berita gembira bagi orang-orang yang sabar.
Selanjutnya dalam QS. Al-Baqarah [2]: 157 dijelaskan bahwa mereka yang telah lolos dalam kesabaran, dengan melafalkan dan menghayati ucapan Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, akan mendapatkan ampunan dan rahmat serta hidayah dari Allah . Betapa murahnya kasih sayang Allah kepada hambanya yang sabar. Ganjaran sabar akan terus mengalir dan mendapatkan keistimewaan tersendiri. Karena hidayah semata-mata hanya Allah saja yang dapat memberikan kepada hambaNya yang dikehendaki.
Belajar Bercermin Diri
Dalam Al-Qur’an QS. Yunus [10]: 49, Allah berfirman “Tiap-tiap umat mempunyai ajal. apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya sedikitpun dan tidak dapat memajukannya”. Saya melihat fenomena yang banyak terjadi disekitar kita bahwa yang rajin beribadah dan mengingat Allah adalah kalangan menengah keatas atau kalangan empat puluh tahun keatas. Tempat-tempat ibadah, majlis taklim, dan perkumpulan pengajian lainnya dipenuhi oleh orangtua.
Bukan berarti tidak ada sama sekali kaum muda yang rajin beribadah, namun masih jarang untuk kita temui dalam keseharian kita. Saya sangat bersyukur dan berharap sekali kepada teman-teman pemuda dimanapun berada yang rajin beribadah kepada Allah, istiqomahlah dalam beribadah kepada Allah . Karena berdasarkan QS Yunus: 49 diatas bahwa ajal tidak memandang usia. Kapanpun dapat menghampiri kita semua, dan kita harus siap menyambutnya. Telah terbukti dengan jelas, contoh kejadian pesawat Lion Air JT 610 yang mengangkut penumpang dengan segala usia. Tidak akan pernah dapat memajukan dan mengundurkan usia. Maka tidak dapat ditawar lagi tentang ajal, dimanapun kapanpun, kita harus siap menghadapinya.
Sebagai manusia tidak akan lepas dari dua keadaan; keadaan yang menyenangkan dan keadaan yang menyedihkan. Sisi pertama adanya tuntutan rasa syukur, disisi lain menuntut adanya sikap sabar. Hanya saja, dalam menunaikan rasa syukur, seorang hamba harus bisa bersabar. Oleh karena itu, sabar tidak dapat lepas juga dari rasa syukur untuk menyabarinya.
Dalam menanamkan sifat sabar ini, keimanan menempati kedudukan yang sangat penting. Semakin kuat iman seseorang, maka semakin sabar dalam menghadapi segala cobaan, baik sabar dalam melaksanakan ketaatan, meninggalkan maksiat ataupun dalam menghadapi musibah. Maknanya, orang yang tidak memiliki keimanan, tidak akan bisa mendapatkan dua sifat yang mulia ini; syukur dan sabar. Kita memahami bahwa penanaman keimanan dalam hati seorang hamba, adalah perkara penting yang akan memperbaiki keadaan seorang hamba, memperbaiki amalannya, akhlaknya, ibadahnya dan segala sesuatunya.
Mari, Saling Mengingatkan
Penulis mengajak pada diri sendiri maupun pembaca, agar kita saling mengingatkan dalam hal kebaikan, terutama dalam hal sabar. Telah jelas dalam firmanNYA QS. Al-‘Ashr [103]: 2-3, menjelaskan bahwa manusia itu rugi jika tidak beriman, beramal sholeh, mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Sekarang ini, keluarga korban Lion Air JT 610 sedang mengalami kesedihan. Mari, dari kesedihan itu, kita jadikan sebagai pelajaran. Pelajaran yang dapat dipetik adalah segala sesuatu akan kembali pada Allah . Karena dengan kesabaran, akan menghantarkan keluarga korban untuk mendapatkan ampunan, rahmat serta hidayah.
Ajal tidak ubahnya seperti tagihan hutang. Tidak diharapkan datang, tetapi pasti menyambang. Siapa pun akan dapat giliran kunjungan ajal. Tak peduli usia, apalagi status sosial. Terkadang, tidak pernah terbayang, jika ajal siap menjemput orang yang tersayang. Tidak semua kita siap menghadapi kematian orang yang kita sayang. Apakah ibu, ayah, suami, isteri, anak, dan sanak keluarga lain. Dalam ketidaksiapan itu aneka reaksi bisa kita ungkapkan secara tidak sadar. Mulai menangis, marah, bahkan pingsan. Itulah yang kini dihadapi oleh beberapa keluarga korban.
Mari, penulis mengajak pada diri sendiri dan pembaca untuk saling mengingatkan. Semua yang ada di bumi dan yang kita miliki, baik harta, jabatan, keluarga, adalah milik Allah . Peristiwa yang menimpa Lion Air JT 610 adalah sebuah ujian dari Allah terhadap kita semua. Bukan semata-mata ingin menghilangkan sanak family, tetapi melatih kita semua untuk meningkatkan keimanan melalui kesabaran. Dan orang yang sabar dengan mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” inilah yang diberikan ampunan, rahmat, serta hidayah dari Allah . Wallahu a’lamu bi ash shawab.
Syaifulloh Yusuf
Koord. LIC PAI FIAI UII
KATA MUTIARA
“Saya katakan: rupanya kehidupan ini sekalipun mengesankan ‘kegelapan’ tetapai jika kita sikapi dengan sikap husnudzan kepada Allah , bisa saja akhirnya bagus. Sebaliknya, situasi yang nampaknya terang sekalipun, tetapi jika disikapi dengan kacamata gelap, ya gelap jadinya. Yang indah, adalah kalau yang terang dipandang dengan sikap terang penuh rasa syukur”.
(Prof. Zaini Dahlan, MA)