Peran Manusia Dalam menyikapi Bencana Alam dan Wabah COVID 19

Peran Manusia Dalam menyikapi Bencana Alam dan Wabah COVID 19

Tri Suryantoro, S.T, CHFI, CND, CEH, CSA

[email protected]

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Inna lillahi wa inna ilahi raji‘un. Allahumma ‘indaka ahtasibu mushibati, fa’ajirni fiha, wa abdilni biha khoiram minha. Akhir-akhir ini kata bencana alam dan wabah corona menjadi perbincangan di lingkungan masyarakat Indonesia. Tanah air Indonesia sedang dilanda bencana dan wabah. Mulai dari bencana alam tanah longsor, gempa bumi, meletusnya gunung merapi, kebakaran sampai banjir. Dan yang tak kalah hebatnya ialah perbincangan terkait wabah corona yang melanda bumi ini.

Perspektif keislaman manusia dan lingkungan memiliki hubungan relasi yang sangat erat karena Allah menciptakan alam ini dan didalamnya penuh dengan keseimbangan dan keserasian[1]. Sudah selayaknya dan sewajarnya keseimbangan dan keserasian ini harus dijaga agar tidak menimbulkan kerusakan. Sudah sepatutnya kita berinstropeksi diri, apakah ini merupakan suatu tanda-tanda akhir zaman bahwa manusia sudah melupakan terhadap tugas-tugasnya sebagai makhluk ciptaan Allah yaitu untuk mengelola dan merawat bumi ini?. Terkait pengelolaan bumi ini telah dituliskan dengan jelas dalam QS. Al A’raf Ayat 56[2]

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”

Didalam ayat tersebut sangat jelas sekali bahwa Allah memerintahkan manusia untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah menciptakan alam dengan sempurna, penuh harmoni, serasi dan sangat seimbang untuk mencukupi kebutuhan makhluk-Nya.

Saat ini apa yang seharusnya disikapi oleh manusia ketika bencana alam dan wabah corona ini ada dihadapan kita semua? mengutip dari redaksi berita online ada 3 hal dalam menyikapi diantaranya[3]:

  1. Aspek spiritual, yaitu berserah diri dan berdoa kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Seperti halnya belajar dari kisah para Nabi, misalkan bencana tsunami yang menimpa kaum Nabi Nuh, karena mereka tidak mentaati perintah Nabi Nuh untuk beriman kepada Allah sebagai pemilik alam semesta.
  2. Aspek Kemanusiaan, yaitu membantu para korban yang terkena bencana. Dalam setiap bencana pasti ada kerugian-kerugian yang dialaminya, baik kerugian material maupun non material. Mereka sangat membutuhkan pertolongan kita baik dalam bentuk makanan, pakaian, obat-obatan, motivasi untuk bangkit kembali dan lain sebagainya. Dalam perspektif aspek kemanusiaan ini juga sangat jelas dituliskan dalam (QS. Al Maidah [5]: 2)[4]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

  1. Aspek Teknis, yaitu membangun sarana dan prasarana. Pembangunan sarana dan prasarana perlu dukungan yang serius dari para ahli dan semua pihak, dimana aspek teknis ini tidak hanya sebagai upaya perbaikan namun sebagai antisipasi terhadap bencana berikutnya.

Korelasi dalam sebuah etika religius antara manusia dan kelestarian lingkungan, sudah sewajarnya untuk selalu dijaga dan dilestarikan sebagai upaya kelangsungan hidup generasi berikutnya. Musibah dan cobaan adalah tantangan setiap individu manusia yang harus hadapi, musibah dan bencana akan menjadikan manusia sebagai sosok yang lebih kuat dan tentunya akan menaikkan derajat manusia itu sendiri dihadapan Allah, jika kita bisa menyikapinya dengan sabar, terus berikhtiar dan iklhas. Wallahualam Bissawab. Semoga Allah swt selalu melindungi dan memberikan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin.

 

Maraji’:

[1] https://media.neliti.com/media/publications/42689-IDetikaislamdalammengelolalingkunganhidup.pdf

[2] https://www.merdeka.com/quran/alaraf/ayat-56

[3] https://news.detik.com/opini/d-1097335/menyikapibencanasecarabijaksana

[4] https://www.merdeka.com/quran/almaidah/ayat-2