PEMUDA IDAMAN
Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah yaitu kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran (HR. Ahmad)
Sebentar lagi momen ini akan tiba, dan pada tanggal 28 Oktober biasa kita peringati sebagai hari sumpah pemuda yang berisi bertumpah darah satu, yaitu tumpah darah Indonesia, berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia dan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong. Sumpah pemuda pertama diikrarkan untuk menumbuhkan semangat perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu masih dijajah oleh Belanda. Perumus sumpah pemuda adalah Moh. Yamin.
Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 proses penting menuju lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas di bawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu.
Kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli. Tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Belajar dari Ashab al-Kahf
Kisah sumpah pemuda mencerminkan bahwa pemuda adalah masa di mana semangat yang tinggi, menggelora, pantang menyerah, dan tak tergoyahkan dalam menggapai sebuah harapan. Semangat inilah yang menjadi hal positif dalam diri pemuda. Di dalam al-Quran Allah mengisahkan pemuda yang kukuh dalam keyakinannya kemudian melawan rezim kekuasaan di masa itu, sehingga mereka lari kedalam gua dan kemudian Allah menidurkannya selama tiga ratus tahun lebih. Allah berfirman di dalam surat Al-Kahfi [18] ayat 10-12:
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Kemudian kami bangunkan mereka, agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
Mereka adalah para pengikut Isa yang melarikan diri dari kekejaman Romawi untuk mempertahankan tauhid yang mereka anut, mereka ditidurkan kurang lebih selama tiga ratus tahun dan kemudian dibangunkan kembali untuk membuktikan kekuasaan Allah I dalam membangkitkan manusia pada hari kiamat kelak.
Dalam tafsir Al-Misbah, kata fityah adalah bentuk jamak dari fata yang artinya remaja. Kata ini bukan saja mengisyaratkan kelemahan mereka dari segi fisik dan jumlah yang sedikit, tetapi juga usia yang belum berpengalaman. Namun demikian, keimanan dan idealisme pemuda itu meresap dalam benak dan jiwa, sehingga mereka rela meninggalkan kediaman mereka untuk mempertahankan idealisme yang ada dalam dirinya. Idealisme anak muda memang seringkali mengalahkan kebijaksanaan dan pengalaman orang tua, itulah kenapa Nabi Muhamad r mengingatkan agar memberi perhatian kepada para pemuda.
Belajar dari Nabi Ibrahim AS.
Selain kisah dari ashab al-Kahfi ada juga kisah dari Nabi Ibrahim As. Menurut al-Biqa’i kedudukan Nabi Ibrahim As adalah sebagai pengumandang tauhid, melalui pengalaman ruhaninya. Ia menemukan tuhan yang maha esa dan meyakininya, bahwa dia bukan tuhan suku, atau tuhan masa tertentu, tetapi tuhan seluruh alam. Sehingga Nabi Ibrahim As wajar menyandang gelar pengumandang ketuhanan yang Maha Esa.
Nabi Ibrahim datang dengan memperkenalkan Tuhannya sebagi Tuhan seluruh makhluk yang menyertai mereka dalam keadaan sadar maupun tidur, menyertai mereka bukan hanya dalam kehidupan dunia ini tapi berlanjut hingga hari kemudian.
Nabi Ibrahim u lahir di daerah Babyl, ayahnya bernama Azar. Ayahnya sangat dicintai oleh Raja Namrud, karena ia sangat pandai mambuat patung berhala dan patuh kepada Raja Namrud. Walaupun Ibrahim anak seorang pembuat berhala, tapi tidak lantas mengikuti ayahnya. Allah memberikan hidayah kepada Nabi Ibrahim As untuk tidak menyembah berhala dan menolak ajaran sang ayah. Nabi Ibrahim As ketika remaja, ia sudah berpikir tentang adanya alam ini. Apa yang terlihat matanya seperti bintang, rembulan, matahari, dan lain-lain kemudian ia timbang-timbang siapakah mereka itu semua.
Nabi Ibrahim As heran melihat arca yang disembah padahal tidak bisa bergerak tidak bisa mendegar. Tidak bisa menjawab terhadap apa yang dimintakan oleh yang menyembahnya, serta tidak mendatangkan kemadharatan dan mendatangkan manfaat bagi yang menyembahnya. Kemudian Nabi Ibrahim bertanya kepada ayahnya. “Kenapa patung itu disembah?” Ayahnya menjawab “Ini sudah mejadi sesembahan nenek moyang kita dan sudah menjadi warisan turun temurun”. Allah berfirman dalam Surat al-Anbiya : 52-54
“(ingatlah), ketika Ibrahim Berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah Ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?”. Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata”.
Nabi Ibrahim As memiliki rencana untuk menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh Kaum Namrud. Ketika Raja Namrud beserta kaumnya mengadakan upacara, tempat menyembah berhala itu sepi, maka Nabi Ibrahim As menjalankan rencananya untuk memenghancurkan patung patung tersebut. Nabi Ibrahim As menghancurkan berhala-berhala, dan yang disisakan hanya satu yang besar kemudian kapak yang dipakai oleh Nabi Ibrahim As di kalungkan di leher patung yang besar itu.
Beberapa saat kemudian Raja Namrud dan para pengikutnya menemukan berhala-berhala itu telah hancur maka pelakunya sudah jelas yaitu Ibrahim . Dipanggilah Nabi Ibrahim, di sana Nabi Ibrahim berdebat dengan kaum Namrud, ia berusaha melawan kaum Namrud dengan kebodohan mereka sendiri. Al-Quran mengabadikan percakapan Nabi Ibrahim dengan Kaum Namrud dalam surat al-Anbiya [21] ayat 61-63.
Mereka bertanya: “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan Ini terhadap tuhan-tuhan kami, Hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. Maka mereka Telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)“.
Karena mereka marah terhadap Ibrahim maka akhirnya kemudian Kaum Namrud menyediakan kayu bakar untuk membakar Nabi Ibrahim, yang telah menghancurkan sesembahan mereka. Akhirnya pertolongan Allah pun datang, dan memberikan mukjizatnya kepada Nabi Ibrahim. Api yang sifatnya panas, dan dapat membakar, ternyata tidak melukai tubuh Nabi Ibrahim sedikitpun. Berkat idealisme Nabi Ibrahim sewaktu muda, tidak mau menyembah sesembahan yang telah turun-temurun, mengantarkan nabi Ibrahim menemukan tuhan yang sebenarnya, diselamatkan oleh Allah dari kekejaman kaumnya dan mendapat gelar khalilullah (kekasih Allah).
Penutup
Kisah para pemuda di atas, memberikan gambaran yang nyata kepada kita, bahwa idealisme yang dimilki oleh para pemuda merupakan idealisme yang tinggi dan mampu mengalahkan kebijaksanaan orang tua. Kemerdekaan Indonesia ini tak lain adalah buah dari idealisme para pemuda yang mendesak Presiden Sukarno untuk segera mengumumkan kemerdekaan dengan dasar Jepang sudah mundur dan mengaku menyerah. Momen ini dianggap tepat oleh para pemuda untuk segera mengambil alih (untuk merdeka).
Lalu, dua kisah yang ada di dalam al-Quran merupakan hikmah yang harus kita ambil dengan sebaik-baiknya. Para pemuda yang ditolong oleh Allah dan ditidurkannya selama tiga ratus tahun lebih merupakan keteguhan para pemuda dalam memegang ketauhidannya. Begitupula dengan kisah Nabi Ibrahim As yang dengan keingin tahuannya yang tinggi ia berusaha untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya. Akibat mempertahankan keyakinannya inilah ia dibakar oleh Kaum Namrud, dan seketika itu pula pertolongan Allah u datang.
Terakhir, pemuda adalah pejuang masa depan, yang di tangannya ada harapan baru dan semangat baru yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang baru pula. Mudah-mudahan negeri ini memperoleh generasi baru yang mampu memberikan kedamaian dan kesejahteraan, serta menjadi pelindung bagi semua makhluk di era disruptif ini. Harapan terkhusus, yaitu agar pemuda yang menjadi tumpuan masa depan, mampu memberikan dampak yang positif bagi keberlangsungan Negara Indonesia tercinta ini.
Pandu Wiranta
Mahasiswa Kimia dan Santri PONPES UII