Bolehkah Berpasrah Saat Pandemi?
Bolehkah Berpasrah Saat Pandemi?
Dwi Pranita
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pandemi COVID-19 ini sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun. COVID-19 ini membuat tatanan dunia berubah. Mulai dari bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, belanja dari rumah, semua dilakukan dari rumah. Semua itu merupakan beberapa bentuk ikhtiar yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari adanya COVID-19 ini. Pemerintah-pun sudah menggunakan berbagai macam cara untuk menghentikan pandemi COVID-19 ini. Misalnya dengan membatasi kegiatan masyarakat, memberikan vaksin, memberikan bantuan untuk kalangan rakyat miskin, dan lain sebagainya.
Perlu kita ketahui bersama pula, bahwa ternyata tidak semua masyarakat berperilaku sama dalam merespon adanya COVID-19 ini. Setiap orang memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapinya. Ada yang patuh terhadap pemerintah misalnya dengan melakukan aktivitas dan kegiatan menggunakan prosedur kesehatan yang ketat – pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Namun ada pula yang tidak. Ada yang semakin taat beribadah, namun ada juga yang ibadahnya masih biasa saja. Ada yang mengganggap pandemi ini sebagai wujud konspirasi yang dibuat seseorang ataupun sekelompok orang untuk menghancurkan tatanan dunia dan mengambil keuntungan dari pandemi ini. Ada juga yang menyebarkan hoax ataupun kebohongan-kebohongan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Di tengah usaha yang dilakukan pemerintah untuk melepaskan Indonesia dari pandemi ini, ternyata ada juga sebagian orang yang malah berpasrah diri karena menganggap bahwa pandemi ini merupakan ganjaran dari Allah. Mereka menganggap bahwa hanya Allah-lah yang bisa mengambil atau meniadakan kembali pandemi ini. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat dan lain sebagainya malah dijadikan isu agama yang malah menambah perpecahan dan menyebabkan polemik baru. Mereka menjadi tidak mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah dan cenderung mengabaikannya. Adapun peraturan tersebut yaitu pakai masker, jaga jarak, cuci tangan dan mengikuti vaksin. Mereka meyakini bahwa Allah bersamanya, sehingga mereka memiliki kekuatan yang lebih untuk menghadapi masalah pandemi ini. Apapun usaha yang dilakukan menurut mereka akan sia-sia jika Allah sudah menetapkan demikian. Mereka sudah sampai pada tingkat pasrah dan berserah tanpa melakukan usaha apapun. Bagaimana hal ini menurut pendapat Islam? Bolehkah kita berpasrah saat menghadapi pandemi?
Sebagaimana firman Allah yang disampaikan dalam Q.S al-Ma’idah [5]:49 dan Q.S al-Taghabun [64]: 11 bahwa sebagai umat Islam, kita wajib mengimani dan meyakini bahwa musibah itu datangnya dari Allah dan atas izin Allah. Adapun bunyi Q.S al-Ma’idah [5]:49 tersebut adalah
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49)
“… Jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S al-Ma’idah [5]:49)
Sementara itu Q.S at-Taghabun [64]: 11 juga berbunyi,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (11)
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Dari kedua ayat tersebut dapat diketahui juga bahwa Allah menimpakan musibah kepada mereka dikarenakan dosa-dosa mereka. Hal ini berlaku bagi mereka orang-orang yang fasik. Menurut Imam Ghazali dalam karyanya Kitab Mukasyafatul Qulub, fasik adalah orang yang berbuat durhaka, melanggar janji, serta keluar dari jalan hidayah, rahmat, dan ampunan-Nya. Sementara bagi mereka yang beriman, maka Allah berfirman akan memberikan petunjuk kepada hatinya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156)
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (Q.S al-Baqarah [2]:156)
Sebagaimana orang yang diberikan petunjuk ada baiknya juga kita mengkaji firman Allah yang lain yaitu perintah untuk bersabar dalam menghadapi ujian sebagaimana bunyi yaitu,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S al-Baqarah [2]:155)
Juga dalam ayat lain Allah berfirman yang bunyinya,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S al-Baqarah [2]:177)
Janji Allah terhadap orang yang sabar tertuang juga dalam ayat al-Qur’an surah an-Nahl [16]:96 yang berbunyi,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (96)
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S an-Nahl [16]:96)
Pandemi COVID-19 ini telah menyebabkan sebagian orang kehilangan pekerjaannya. Kehilangan orang-orang yang dicintainya. Bekerja namun mengalami potongan gaji. Bahkan tidak sedikit yang memperoleh surat pemutusan hubungan kerja. Semua sektor terkena imbas adanya pandemic COVID-19, baik sektor ekonomi, industri, pariwisata, pendidikan, dan lain sebagainya. Baik usaha besar maupun kecil pun ikut terkena dampaknya. Setiap orang diminta untuk melakukan seluruh aktivitas dari rumah sehingga mengurangi mobilitasnya di luar rumah.
Hal ini pula yang akan mengakibatkan perekonomian masyarakat menjadi terganggu. Tidak hanya itu, psikis seseorang yang sudah berkecukupan pun juga mulai terganggu. Sebagaimana berita baru-baru ini mengenai seorang artis yang tertangkap menggunakan narkoba jenis sabu, yang setelah ditanya alasannya memakai sabu adalah dikarenakan pengaruh pandemic COVID-19. Peristiwa ini memberikan kita pemahaman bahwa segala sesuatu yang menimpa kita haruslah diserahkan kepada Allah SWT. Tentu dengan adanya ikhtiar atau usaha sebaik dan semampu kita. Karena bila tidak, iman seseorang akan mudah goyah dan rapuh. Allah SWT menyuruh umat-Nya untuk bersabar, karena dengan kesabaran itulah sesungguhnya Allah Maha Dekat. Sebagaimana ayat-ayat sebelumnya yang sudah dijelaskan di atas.
Adanya peristiwa pandemi ini, mutlak memang datangnya dari Allah. Sebagai umat muslim, kita diminta untuk bersabar dalam menjalani pandemi ini. Bersabar yang dimaksud juga tidak hanya berpasrah saja tanpa melakukan hal apapun. Misalnya dengan tidak menuruti upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi pandemi tersebut. Kita diminta untuk tetap bersabar dan berusaha sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Ra’d [13]:11 yang berbunyi,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ (11)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.” (Q.S al-Ra’d [13]:11)
Kita harus menjalani segala hal yang telah ditetapkan Allah dengan sabar, ikhlas dan senantiasa bersyukur agar kelak kita dapat menggapai kemuliaan yang lebih tinggi, Insyaa Allah. Sebagaimana yang dituangkan dalam Q.S Ibrahim [14]:7 yang berbunyi,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Q.S Ibrahim [14]:7)
Dwi Pranita
091002108