La Tahzan: Optimisme Dalam Kehidupan

La Tahzan: Optimisme Dalam Kehidupan

Nihlah Ilhami

041002475

 

Pendahuluan

Istilah la tahzan merupakan Bahasa Arab yang berarti janganlah bersedih, dan optimisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perasaan yakin atas segala sesuatu yang baik atau sikap selalu  berpengharapan baik dalam segala hal.

Mengapa la tahzan? Di dalam Al Quran Q.S Al Baqarah [2]: 155, Allah SWT berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al Baqarah [2]: 155)

Dalam ayat ini Allah SWT memperingatkan bahwa di dalam perjalanan kehidupan manusia  akan banyak melalui ujian dan cobaan. Untuk itu, sikap optimis sangatlah dianjurkan dalam Islam untuk memunculkan energi positif dalam menjalani kehidupan karena pada dasarnya ujian dan cobaan itu berasal dari Allah SWT, dan kepada-Nya lah kita memohon diberikan kekuatan, kesabaran, serta jalan keluar atas segala permasalahan kita1. Dalam Q.S Ali Imran [3]: 139, Allah SWT berfirman:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (139)

 “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”  (Q.S Ali Imran [3]: 139)

Belajar dari Kisah Nabi Ayub A.S

Nabi Ayub a.s adalah salah satu nabi yang dikenal sangat sabar dalam menghadapi cobaan permasalahan hidup yang berat. Dikisahkan Nabi Ayub a.s diberikan nikmat oleh Allah SWT berupa harta kekayaan yang melimpah yang berupa hewan ternak, tanah, budak serta dikaruniai istri cantik yang sholehah dan anak-anak yang juga sholeh. Dengan semua nikmat yang diberikan oleh Allah SWT tidak menjadikan Nabi Ayub a.s menjadi pribadi yang sombong. Beliau banyak membantu orang lain dengan memanfaatkan nikmat yang Allah berikan. Sampai beliau memasuki usia 50 tahun, tidak ada cobaan Allah SWT yang berat bagi Nabi Ayub a.s.

Memasuki usia 51 tahun, ujian dari Allah SWT mulai datang menimpa Nabi Ayub a.s. Beliau terkena penyakit yang sangat sulit disembuhkan yang berupa sakit kulit bernanah di sekujur tubuhnya hingga rambutnya pun rontok. Dikabarkan penyakit ini menular sehingga keluarga Nabi Ayub a.s hidup diasingkan. Ujian berikutnya yaitu kematian anak-anaknya dan datangnya hama dan badai yang menghancurkan dan meluluhlantakkan kekayaan Nabi Ayub a.s.  Hewan-hewan ternak mati satu persatu sehingga habis tak tersisa, kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya yang rusak menjadi kering dan rumah yang terbakar habis dimakan api. Dalam waktu yang sangat singkat Nabi Ayub a.s yang kaya-raya tiba-tiba menjadi miskin tidak memiliki apapun selain hatinya yang penuh iman dan takwa serta jiwanya yang sabar dan tawakal.

Hari-hari berlalu, kerabat dan sanak saudara mulai meninggalkan Nabi Ayub a.s. Tinggalah seorang istri setia yang menemani dan mengurus semua keperluan Nabi Ayub a.s. Penyakit Nabi Ayub a.s semakin lama semakin parah. Sekalipun demikian, Nabi Ayub a.s tetap tabah dan menerimanya sebagai cobaan dari Allah SWT. Keimanannya kepada Allah SWT tidak berkurang sedikitpun, justru beliau semakin rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di saat penyakit yang diderita memasuki 18 tahun, suatu hari, istri Nabi Ayub a.s berkata kepada suaminya,

“Wahai Nabi Allah, sudah 18 tahun engkau tidak berdakwah. Bagaimana jika engkau memohon kepada Allah untuk disembuhkan penyakit ini. Itu saja. Cukup kesembuhan engkau, lalu engkau bisa berdakwah lagi.”

Lalu Nabi Ayub a.s menjawab,”Wahai istriku berapa lama dulu kita dalam keadaan nikmat?”

Istrinya menjawab, “20 tahun.”

Kemudian Nabi Ayub a.s kembali bertanya, “Berapa lama kita sekarang diuji oleh Allah seperti ini?”

Istrinya menjawab kembali, “18 tahun.”

Lalu Nabi Ayub a.s berkata, “Aku masih malu untuk meminta kepada Allah.”

Subhanallah, jawaban Nabi Ayub a.s ini menunjukkan kekuatan iman yang luar biasa. Beliau memahami bahwa Allah maha melihat sehingga kita tidak perlu lagi untuk mengeluh atas kondisi yang saat ini dialami.

Di waktu ke 20 tahun, barulah Nabi Ayub a.s berdoa kepada Allah SWT dengan bahasa yang sangat sopan, “Wahai Tuhanku Penciptaku Pemilikku, sesungguhnya aku sedang ditimpakan penyakit. Dan Engkaulah Dzat yang Maha Penyayang.” Doa Nabi Ayub a.s ini menunjukkan betapa ikhlasnya beliau dalam menerima ujian dari Allah SWT dengan tidak menuntut kepada Allah akan kesembuhan. Terkait ini, Allah SWT berfirman,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ

“..Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” (Q.S. Shad [38]: 44).

Kian hari kondisi Nabi Ayub a.s semakin lemah, sampai Allah menurunkan wahyu kepadanya,

ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42)

“Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Q.S. Shad [38]: 42).

Nabi Ayub a.s menghentakkan kakinya ke tanah sehingga air keluar. Air tersebut digunakan untuk mandi dan minum Nabi Ayub a.s. Tidak lama kemudian, tubuh Nabi Ayub a.s kembali sehat. Bahkan ia lebih sehat dan kuat dibanding sebelumnya.

Dari cerita Nabi Ayub a.s tersebut menunjukkan bahwa beliau melewati ujian kesenangan dan ujian kesulitan. Ujian kesenangan dapat berupa harta yang banyak, istri yang cantik, dan kedudukan sosial yang tinggi. Sementara ujian kesulitan dapat muncul dalam bentuk kekurangan harta, kelaparan, penyakit, dan musibah-musibah lainnya. Begitulah ujian yang dilalui manusia di dunia ini.

Pengamalan Sikap Optimis3

Islam mengajarkan dalam menghadapi ujian kehidupan, seberat apapun, manusia tidak boleh berputus asa. Justru dengan permasalahan yang dihadapi, sebagai seorang yang beriman, kita harus berkeyakinan bahwa kemudahan akan semakin dekat. Kembalikan semua kepada Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ayub a.s di atas. Optimisme merupakan hal penting karena dengan optimisme maka manusia akan mampu membangun kekuatan dirinya dan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT.

Berikut diantara cara membangun nilai optimisme dalam diri:

  1. Berpengharapan baik kepada Allah SWT

Dalam setiap langkah kehidupan, seorang muslim dituntut untuk terus berusaha dengan tidak melupakan Tuhannya. Hal ini karena hasil dari segala upaya dan ikhtiar adalah ketentuan Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al Thalaq [65]: 3).

Seorang muslim tidak boleh langsung menerima apa adanya dengan ikhlas terhadap suatu kondisi sebelum ia melakukan tiga hal yaitu (1) berusaha secara maksimal, (2) telah mendapatkan sesuatu dari upayanya yang maksimal, dan (3) menerima dengan lapang dada terhadap apa yang telah diperolehnya.

1. Berpikiran positif

Bagi muslim yang memiliki sikap optimis, maka pola berpikirnya akan selalu positif dalam segala hal. Pikiran positif tersebut akan membentuk energi positif yang akan menjadi semangat juang untuk mencapai apa yang diharapkan. Berpikir positif akan menentramkan hati dan membersihkan hati agar tidak menyimpan kebencian.

2. Percaya diri, berani, dan bertanggung jawab

Percaya diri bagi muslim adalah yakin akan kemampuan diri dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup yang telah digariskan oleh SWT. Sedangkan berani terkait dengan kekuatan dalam diri manusia dalam mengatasi permasalahan kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fussilat [41]: 30).

3. Mengambil pelajaran berharga dalam setiap kesulitan

Dengan sikap optimis, muslim akan selalu pantang menyerah dalam mencapai tujuan yang diinginkan meskipun permasalahan yang dihadapi cukup berat. Dari permasalahan yang dihadapi tersebut dapat diambil hikmah dan pelajaran berharga yang insyaAllah akan bermanfaat bagi tahap kehidupan selanjutnya4. Allah berfirman dalam QS. Az Zumar [39]: 53 sebagaimana berikut:

قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)

 “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar [39]: 53)

4. Menanamkan bahwa muslim yang optimis lebih disukai Allah

Optimis merupakan sikap yang mulia dan harus dimiliki setiap muslim. Allah menyukai muslim yang optimis daripada yang pesimis dan lemah. Berupaya semaksimal mungkin dalam menggapai tujuan dan cita-cita dengan penuh keikhlasan karena Allah sangat dianjurkan sebagaimana disampaikan oleh hadits berikut:

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, “Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain.” Akan tetapi katakanlah, “Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat.” Sebab, mengandaiandai itu membuka pintu setan.” (HR. Muslim).

Hikmah Sikap Optimis

Mengamalkan sikap optimis akan membawa pada pencapaian kesuksesan dan kemajuan dalam kehidupan. Orang yang optimis akan melihat suatu permasalahan kehidupan sebagai suatu tantangan untuk dipetik satu pelajaran darinya. Itulah sebabnya Rasulullah begitu gigih dalam menanamkan nilai yang satu ini.

Maraji’

[1] https://wahdah.or.id/khutbah-jumaat-optimisme-dalam-kehidupan/

[2] http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-shad-ayat-41-44.html

[3] https://www.ilmuwiki.com/2019/09/optimis-dalam-islam-pengertian-dalil-hikmah.html

[4] https://ilmu-ushuluddin.blogspot.com

 

Nihlah Ilhami

041002475

Kepala Divisi Mobilitas Internasional,

Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI), UII