KEKASIH YANG PALING PENCEMBURU

Cinta adalah anugerah terindah yang Allah berikan kepada manusia. Merasakannya adalah fitrah. Menjaganya adalah ibadah. Begitu biasa kami baca dalam tulisan-tulisan sajak cinta islami, definisi cinta secara khusus pada sesamanya. Hakikatnya, sebenarnya ia adalah sesuatu yang Allah berikan pada siapapun atas bukti keMaha-an, kekuasaan, dan kehendak-Nya.Cinta pada Rabbnya, cinta pada utusan-Nya, cinta pada keluarganya, dan cinta pada sesamanya.

Ya, begitulah manusia dengan hara huru kehidupan dunianya. Beribu bahkan berjuta manusia bisa sebebasnya mendefinisikan makna cinta tanpa penyalahan atas apapun dan siapapun. Definisi yang tak berbatas dan tak pernah berhenti ini biasanya berujung pada satu titik yang sama, yaitu rasa yang merupakan bagian perilaku dari bukti cinta.

Pembahasan kata cinta yang tak pernah ada habisnya ini selalu membuat menarik perhatian banyak orang. Terlebih bagi kaum muda-mudi zaman milenial ini. Cukup dengan menambahkan kata cinta pada tema kajian tematik, maka biasanya jumlah jamaah muda-mudi yang hadir akan lebih banyak bila dibandingkan yang hadir pada kajian rutin dengan bahasan yang berat, kajian tauhid misalnya. Begitulah keadaannya, husnuzhannya, karena setiap perbuatan yang kita lakukan tentunya harus bersumber dari cinta. Ya, cinta kepada Allah.

Berbicara mengenai cinta, ada satu hal menarik yang kebanyakan orang mengatakan bahwa ini adalah salah satu bukti cinta. Apa itu? Cemburu. Ya, penulis pribadi sering mendengar kebanyakan dari kita mengatakan bahwa cemburu itu adalah tanda cinta. Benarkah demikian? Berdasarkan studi literasi dari beberapa bacaan yang ada ternyata, pada hakikatnya, cemburu bukanlah selalu sifat tercela. Di dalamnya terkandung maksud Allah l menjadikan sifat itu kepada manusia. Lantas bagaimana Islam dengan ajaran yang sempurnanya memandang kata cemburu ini? Berikut beberapa pemaparan mengenai cemburu dalam Islam.

Dalam riwayat yang lain dari ‘Aisyah i dikisahkan bahwa Rasulullah ` pernah berkhutbah dengan begitu menggebu gebu, matanya memerah laksana panglima perang sedang menyeru pasukannya. Saat itu terjadi gerhana matahari, setelah shalat bersama sahabat, beliau Rasulullah ` berdiri dalam mimbar dan berpesan panjang, diakhir khutbah itu Rasulullah menyeru: “…Hai umat Muhammad, tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah, bila hambanya, lelaki maupun perempuan, berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, tentu kalian banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan”. (Shahih Muslim No.1499)

“Cemburu” dalam hadits tersebut adalah diksi indah yang dipilih Rasulullah ` untuk melukiskan hebatnya sebuah ilustrasi rasa, kata indah yang berkali kali Rasulullah ` utarakan untuk mendeskripsikan sebuah suasana bahwasannya Dzat Maha Pencipta, Allah l yang menggenggam cinta, yang memiliki cinta, adalah cemburu pada sebuah situasi atas hambanya.

Dalam satu hadits disebutkan, Asma’ binti Abu Bakar k meriwayatkan, suatu saat dia mendengar Rasulullah ` bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah k (H.R. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/28]).

Abu Hurairah a meriwayatkan, bahwa Rasulullah ` bersabda, “Sesungguhnya Allah merasa cemburu. Dan seorang mukmin pun merasa cemburu. Adapun kecemburuan Allah itu akan bangkit tatkala seorang mukmin melakukan sesuatu yang Allah haramkan atasnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi)

Umar bin al-Khaththab a meriwayatkan bahwa suatu ketika didatangkan di hadapan Rasulullah ` serombongan tawanan perang. Ternyata ada seorang perempuan yang ikut dalam rombongan itu. Dia sedang mencari-cari sesuatu -yaitu anaknya. Setiap kali dia menjumpai bayi di antara rombongan tawanan itu maka dia pun langsung mengambil dan memeluknya ke perutnya dan menyusuinya. Maka Rasulullah ` pun berkata kepada kami, “Apakah menurut kalian perempuan ini akan tega melemparkan anaknya kedalam kobaran api?”. Maka kamipun menjawab, “Tentu saja dia tidak akan mau melakukannya, demi Allah. Walaupun dia sanggup, pasti dia tidak mau melemparkan anaknya ke dalamnya.” Maka Rasulullah ` pun mengatakan, “Sungguh, Allah jauh lebih menyayangi hamba-hamba-Nya dibandingkan kasih sayang perempuan ini kepada anaknya.” (H.R. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/21]

Ternyata, Islam dengan kesempurnaanya pun telah lebih jauh membahas makna dari kata cemburu ini.Abu Hurairah a meriwayatkan, Rasulullah ` bersabda, “Semua umatku akan dimaafkan kecuali orang yang melakukan dosa secara terang-terangan. Termasuk perbuatan dosa yang terang-terangan yaitu apabila seorang hamba pada malam hari melakukan perbuatan (dosa) lalu menemui waktu pagi dalam keadaan dosanya telah ditutupi oleh Rabbnya, namun setelah itu dia justru mengatakan, ‘Wahai fulan, tadi malam saya melakukan ini dan itu’. Padahal sepanjang malam itu Rabbnya telah menutupi aibnya sehingga dia pun bisa melalui malamnya dengan dosa yang telah ditutupi oleh Rabbnya itu. Akan tetapi pagi harinya dia justru menyingkap tabir yang Allah berikan untuk menutupi aibnya itu.” (H.R. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/225]

Ketahuilah bahwa Allah l akan cemburu kepada hambanya yang selalu melupakan-Nya. Allah  menginginkan hambanya hanya disibukkan dengan Allah saja dan bertawakal kepada-Nya, dengan kata lain Allah tidak mau dan tidak boleh diduakan. Maksud lainnya adalah Allah mencintai kalau hati seorang hamba terkait dengannya sendirian, ketika ia sedang dalam kondisi taat. Tetapi kadang hamba itu disibukkan oleh urusan dunia, maka Allah mengambil dunianya, agar ia kembali hanya disibukkan dengan Allah saja dan bertawakal kepada-Nya.

Mari kita simak beberapa kisah para nabi yang Allah uji bukti kecintaannya. Pertama, kisah nabi Ibrahim n yang mencintai anaknya Ismail, Allah mengambil Ismail dari tanganya. Allah l memerintahkan Ibrahim n untuk menyembelih puteranya. Dan ketika itu, ketika Ibrahim n meletakkan pisau dileher Ismail, maka disana terbukti bahwa kecintaan yang ada dihati Ibrahim adalah kecintaan kepada Allah l. Maka Allah l  memerintahkan mengganti Ismail dengan kambing.

Selanjutnya, kisah nabi Ya’qub n yang sangat mencintai anaknya, Yusuf n. Kecintaan Ya’qub n  terhadap Yusuf n itu memenuhi semua kebutuhan hidup dan hatinya. Maka, Allah l mengambil Yusuf n   selama 20 tahun sehingga hatinya kembali dipenuhi cinta kepada Allah l. Setelah itu, Allah l pun mengembalikan Yusuf padanya.

Firman Allah l dalam Q.S al-Ahzab [33] : 4 yang artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).

Jika hati dikawal oleh penghuni yang lain yaitu setan atau hawa nafsu, maka hati itupun akan mengawal anggota badan lain untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan perintah-Nya. Sebaliknya jika hati telah dibersihkan dari perkara-perkara tercela, maka iman akan tumbuh subur dan diduduki oleh tauhid, iman dan ilmu Allah.

Allah l berfirman,“Katakanlah : sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS Al-An’am [6]: 162-163).

Pernahkah terlintas dalam benak kita jika Allah, Rabb Yang Maha Mulia cemburu kepada kita? Hati manakah yang tak pernah tersentuh lintasan cemburu, sebuah gejolak bergemuruh yang begitu saja mengubah cinta menjadi  letupan-letupan murka yang tak mampu dikendalikan? Betapa menyedihkan jika selama ini merasa diri beriman, tetapi membiarkan Dzat yang di imani itu cemburu. Bukankah itu kemunafikan? Lantas, Bukankah jahannam itu bagi orang-orang munafik? 

Pahamilah! Bahwasannya, besarnya rasa cemburu itu berbanding lurus dengan besarnya cinta bahkan bisa melebihinya. Pahamilah bahwa hanya Allah-lah yang paling besar rasa cinta-Nya kepada kita melebihi siapapun. Allah-lah yang telah menakdirkan salah satu ribuan sel sperma dari ayah kita bertemu dengan sel telur ibu kita. Lalu sel telur itu dibuahi, menjelma menjadi segumpal daging lalu ditiupkan ruh kedalamnya hingga janin itu bergerak. Atas Cinta-Nyalah janin itu terlindungi dan tumbuh di dalam rahim hingga terlahir ke dunia dengan lemah. Lalu Allah menguatkan tulang tulangnya, memberi bayi itu mata yang indah, pendengaran yang sempurna, tangan untuk membela tubuhnya, kaki untuk berjalan dan semua indra-indra lainnya untuk menyempurnakan bentuknya. Atas Cinta-Nya lah kemudian makanan itu didatangkan melalui tangan-tangan yang Dia kehendaki hingga bayi itu tumbuh menjadi anak, menjadi remaja, dan dewasa. Atas kasih sayang-Nya lah kemudian diajarkannya ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk menghiasi perjalanan hidupnya. Atas kebesaran-Nya lah dijadikan bumi dengan sejuta pesona keindahannya untuk menghibur hatinya. Hanya atas kemurahan-Nya lah, sesosok manusia yang kemudian membangkang itu tetap terbangun dipagi hari. Maha Suci Allah.Dia lah Yang Maha Pemurah, yang telah memberi kesempatan dengan membangunkan kita kembali, membangunkan hamba hamba Nya disetiap pagi agar mereka beribadah kepada Nya.Dia lah yang Maha Pemaaf yang tetap membiarkan kekafiran dan kekufuran terus menodai Bumi-Nya yang indah, hingga masa yang ditentukan!

Semoga menjadi muhasabah diri. Untuk diri sendiri dan sesiapa saja yang di izinkan Allah l untuk membacanya. Kita memang harus segera memahami kecemburuan Allah k yang di informasikan Rasulullah, agar kita bisa menghindarinya sebelum cemburu itu berubah menjadi Murka. Sebelum murka itu menemui kita di Neraka. 

Semoga menjadi lilin penerang menuju taubatan nasuha, satu-satunya jalan kembali. Âmîn. Astaghfirullâhalazhîm.

Mutiara Hikmah:

“Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan padamu pedihnya sebuah pengharapan agar kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selainNya. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepadanya,” (HR. Muslim)

 

Oleh : Azzahra

Alumni Takmir Masjid Ulil Albab