MENCEGAH TOLERANSI YANG MELEMAHKAN AQIDAH
Pembaca yang dirahmati Allah, manusia menurut hakikat penciptaannya memiliki dua tugas utama, yaitu sebagai Abdullah (Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56), yang bertugas sebagai hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya, dan sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah [2]: 30), yaitu sebagai pemimpin dimuka bumi.
Terdapat aspek vertical dan horizontal dalam mengemban tugas tersebut. Secara vertikal yaitu hubungan terhadap Allah l, dan horizontal ialah hubungan antar individu dan masyarakat sosial.
Dalam aspek hubungan horizontal itulah manusia sesuai dengan fitrahnya disebut sebagai makhluk sosial. Makhluk yang cenderung hidup berkelompok dan memerlukan bantuan orang lain. Interaksi sosial, saling menghargai, saling menerima perbedaan seharusnya sudah tertanam pada diri manusia sesuai dengan kodrat asal penciptaannya.
Indonesia adalah Negara yang memiliki beragam suku bangsa. Data menurut BPS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 1340 suku bangsa. Agama di Indonesia pun beragam, agama yang diakui ada 6, itu belum termasuk agama-agama kecil yang terdapat di pelosok negeri, dan juga masih banyak keyakinan-keyakinan luhur yang masih dianut seluruh penjuru Negara ini.
Tentu fenomena semacam ini memang sudah menjadi keniscayaan dari sang Maha Pencipta, Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurât [49]: 13)
Allah l menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, selaku umat Islam tentu sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengakui dan memelihara keberagaman tersebut. Maka dari itu sikap toleransi juga sebuah keniscayaan bagi umat Islam, karna dari kemajemukan itu kita bisa saling mengenal dan mengambil pelajaran.
Indonesia, yang dengan Pancasila-nya sudah berhasil menyatukan kemajemukan suku bangsa dan agama untuk hidup rukun dalam suatu Negara. Tentu gagasan pancasila juga bukan berarti menghilangkan sama sekali unsur agama di dalamnya, karna sudah jelas pada sila pertama pada pancasila ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini membuktikan bahwa sikap penerimaan terhadap berbagai suku dan agama harus dilandaskan dengan semangat pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Toleransi secara umum berarti adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat. Dari pengertian ini tidak ada masalah, bahkan ini menjadi semangat yang harus kita jaga, dan semangat inilah yang sudah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak kemerdekaan nya pada tahun 1945.
Namun timbul sebuah permasalahan baru, toleransi bukan lagi dijadikan semangat dalam menjaga kerukunan kehidupan bernegara, tetapi sudah digunakan sebagai alat untuk melemahkan kekuatan aqidah, khususnya menyerang umat Islam Indonesia.
Indonesia adalah Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan sudah terbukti dalam catatan sejarah umat Islam memiliki andil besar dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah. Namun beberapa tahun ini muncul sebuah gerakan yang berkamuflase di dalam semboyan toleransi yang justru bertujuan untuk menghancurkan umat Islam.
Islam sudah di propagandakan sebagai penghancur toleransi di negeri ini, Islam sudah digambarkan sebagai golongan ekstrimis yang anti toleransi, Islam sudah dianggap sebagai agama yang memiliki fanatisme tinggi terhadap agama,sehingga tidak sesuai dengan paham kebhinekaan di negeri ini.
Tentu propaganda semacam ini selain memancing respon dari umat Islam, secara tidak sadar secara perlahan akan merubah mindset seluruh masyarakat umum terhadap Islam. Bisa kita lihat di berbagai media cetak maupun digital, mayoritas konten beritanya menyoroti tentang penistaan agama Islam. Tentu kita sebagai umat Islam tidak bisa menganggap remeh fenomena ini.
Allah l berfirman, “Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.(Q.S. al-Kâfirûn [109]: 1-6)
Dalam surat al-Kâfirûn diceritakan bahwa asbabun nuzul surat tersebut ialah ketika kaum kafir Quraisy mencoba mengadakan kompromi kepada Rasulullah `, dimana mereka menawarkan bahwa jika Rasulullah mau memuja tuhan mereka, maka mereka pun akan memuja tuhan sebagaimana konsep Islam.
Kejadian ini sama persis dengan apa yang terjadi pada saat ini, namun perbedaannya adalah dengan cara yang ditutupi dengan istilah toleransi. Misalnya yang baru terjadi ada salah satu perguruan tinggi Islam ikut serta pada kegiatan agama non-Islam, apalagi turut serta dalam acara peribadatan tersebut. Adalagi yang lagi hangat-hangatnya di media seorang budayawati perempuan membacakan puisinya yang sudah melukai hati umat Islam dengan membandingkan dan merendahkan ajaran Islam dengan budaya di Indonesia.
Dari beberapa kejadian tersebut tentu ada penggiringan opini secara tersirat yang membahayakan aqidah. Sekarang seolah-olah umat Islam lah yang harus mengalah dengan kaum minoritas, umat Islam lah yang seolah-olah menghilangkan warisan budaya di Indonesia. Tentu pemikiran-pemikiran semacam ini sengaja di viral kan ke publik untuk merubah cara pandang terhadap Islam.
Dari kronologis peristiwa tersebut tentu saling berkaitan, dan sudah barang tentu targetnya adalah untuk memecah belah umat Islam, yang nantinya juga akan berdampak pada pelemahan aqidah dan pemurtadan massal.
Ini sesuai menurut salah satu data statistik sekitar tahun 80-an umat Islam di Indonesia masih pada kisaran 90 %, namun hingga pada tahun 2010 sudah mengalami penurunan sebanyak 85% dan penurunan itu terus berlanjut, tentu kita tidak bisa membiarkan fakta yang terjadi ini.
Apakah Indonesia yang dikenal sebagai sebuah Negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia akan tinggal kenangan? Bukan tidak mungkin kelalaian dan kesalahan kita dalam pemaknaan toleransi akan menjadi awal kehancuran bagi umat Islam Indonesia.
“Lakum dînukum waliyadîn”. Ayat itulah sebenarnya menjadi ajaran serta nilai semangat toleransi dalam Islam. Kita harus menghormati adanya kelompok lain diluar Islam dan kita tidak boleh menggaggu dan menghinaumat lain saat sedang beribadah, ini sesuai dengan firman Allah l,“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (Q.S. al An’am [6]: 108).
Sudah cukuplah kita fokus menjalankan syariat Islam, tidak perlu harus mengikuti peribadatan dengan alasan toleransi, kita harus selektif tentang toleransi, umat Islam harus menjunjung tinggi al-Qur’an dan hadits sebagai konstitusi agama, juga Pancasila serta UUD 45 sebagai konstitusi Negara karna Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Sudah cukup jelas al-Qur’an menjelaskan bagaimana penerapan toleransi dalam kehidupan di berbangsa dan bernegara, toleransi harus tetap terus diterapkan tanpa harus melampaui batas. Kita perkuat ukhuwwah kita sesama muslim dan tetap terus menjaga hubungan baik kepada sesama umat manusia, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Maka dari itu marilah kita mulai perkuat ukhuwwah kita sesama muslim dan janganlah kita berpecah belah karna hal yang tidak substansial. Allah l berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah menjadilah kamu orang yang bersaudara, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali Imrân [3]: 103)
Semoga dengan kuatnya ukhuwwah kita sebagai muslim, akan mampu mencegah dan melawan berbagai serangan yang diluncurkan oleh para pembenci islam. Dan tentu kita harus tetap menjaga hubungan baik dengan seluruh masyarakat Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah.
Rifat Syauqi Zuhdi
Mahasiswa FTI UII