Respon Perguruan Tinggi Islam terhadap Kasus Pelecehan Seksual

Respon Perguruan Tinggi Islam terhadap Kasus Pelecehan Seksual

Narayana Mahendra Prastya[1] , Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih[2]

 

PENDAHULUAN

Penanganan kasus pelecehan seksual merupakan pekerjaan rumah bagi institusu perguruan tinggi di Indonesia. Dalam liputan media Tirto.id melaporkan terdapat 174 kasus yang berhubungan dengan institusi perguruan tinggi. Artinya, kasus-kasus kekerasan seksual itu terjadi di kampus atau dilakukan oleh sivitas akademika atau terjadi di luar kampus tapi dalam acara-acara resmi, seperti kuliah kerja nyata (KKN), magang, atau acara kemahasiswaan. Para penyintas yang menulis untuk testimoni tersebar di 29 kota dan berasal dari 79 perguruan tinggi. Mayoritas atau sekitar 88 persen dari total penyintas berasal dari kampus-kampus di Pulau Jawa[3].

Ironisnya, kasus pelecehan seksual di Indonesia tersebut juga terjadi di lembaga pendidikan yang mengusung nilai-nilai ke-Islam-an. Padahal Islam dengan sangat tegas mengutuk segala bentuk tindakan pelecehan seksual, termasuk di dalamnya kekerasan seksual dan kejahatan seksual, misal dalam Surat An-Nur ayat 33 yang berbunyi:

 

وَلۡيَسۡتَعۡفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيهِمۡ خَيۡرًا وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ ءَاتَىٰكُمۡ وَلَا تُكۡرِهُواْ فَتَيَٰتِكُمۡ عَلَى ٱلۡبِغَآءِ إِنۡ أَرَدۡنَ تَحَصُّنًا لِّتَبۡتَغُواْ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَمَن يُكۡرِههُّنَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ مِنۢ بَعۡدِ إِكۡرَٰهِهِنَّ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

 

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.” (catatan : cetak tebal oleh penulis)

 

Islam sebagai agama rahmatan li al-‘âlamîn sangat menjunjung tinggi persamaan manusia tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, suku dan ras. Demikian juga dalam hubungan laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh sebab itu sub ordinasi kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat bertentangan dengan semangat keadilan. Konstruksi budaya yang menempatkan perempuan pada posisi yang lemah dan makhluk kelas bawah mempunyai peran yang signifikan sebagai pemicu munculnya tindak kekerasan terhadap perempuan, baik berupa kekerasan fisik, psikis maupun kekerasan seksual[4].

Selama ini ada kecenderunga menyalahkan korban pelecehan seksual yang berdandan terlalu mencolok. Namun, sebuah penelitian mengungkapkan bagaimana mahasiswi berjilbab mengungkapkan pelecehan seksual verbal yang mereka alami, pada umumnya bentuk siulan atau pujian bernada seksis. Sebagian mencoba bersikap mendiamkan, tetapi sebagian lagi menegur si pelaku apabila sudah dirasa keterlaluan. Adanya pelecehan seksual verbal membuat keleluasaan mahasiswi berjilbab di ruang publik menjadi terbatas seperti tidak dapat tampil sesuai dengan keinginan, merasa takut, khawatir, dan merasa tidak aman saat berada di ruang publik[5].

Fokus tulisan ini adalah membahas respon perguruan tinggi yang mengusung nilai-nilai Islam terhadap kasus dan/atau dugaan kasus pelecehan seksual (catatan : cetak tebal oleh penulis). Lembaga pendidikan harus memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap kasus ini. Respon ini dilihat dari pernyataan resmi yang diunggah di situsweb resmi perguruan tinggi tersebut. Ada pun alasan penulis hanya memilih data yang berasal dari pernyataan resmi yang diunggah di situsweb resmi (catatan : cetak tebal oleh penulis) adalah dalam situasi krisis organisasi dapat menyampaikan informasi secara segera, utuh (jika dibandingkan hanya memberikan pernyataan resmi kepada pers/media massa, karena pers/media massa tidak akan menampilkan secara utuh), organisasi dapat memperbarui pesan secara rutin di situsweb resmi-nya, dan dapat diakses oleh publik[6]

Sumber data tulisan ini berasal dari pernyataan yang dipublikasikan di situsweb resmi tiga perguruan tinggi yang berbeda yakni Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pernyataan resmi tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis framing. Dalam aktivitas kehumasan, framing merupakan upaya yang dilakukan organisasi untuk menyusun pesan yang mereka sampaikan, dengan tujuan untuk mendefinisikan suatu peristiwa atau isu dan bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan opini media sehingga tercipta citra organisasi yang positif[7]. Tulisan ini menggunakan frame model Robert N Entman dengan komponen pendefinisian masalah, memperkirakan penyebab persoalan, memberikan penilaian moral, dan rekomendasi penyelesaian masalah[8].  Analisis framing berguna untuk mengetahui bagaimana organisasi merespon situasi krisis dengan cara memposisikan dirinya: apakah sebagai korban; bersedia bertanggungjawab namun secara terbatas; bersedia bertanggungjawab sepenuhnya; menyalahkan pihak lain; membantah adanya krisis[9]

 

PEMBAHASAN

Pernyataan resmi UII[10] berjudul : “Rilis Media Universitas Islam Indonesia tentang Dugaan Tindak Pelecehan dan Kekerasan Seksual oleh IM”. UII menyampaikan pernyataan resmi ke dalam delapan point. Dalam mendefinisikan masalah, secara umum UII mengakui adanya berita tentang dugaan tindakan pelecehan seksual oleh IM. UII mengatakan bahwa minimnya informasi membuat UII masih menghadirkan IM dalam acara-acara di UII (sebelum kabar kasus pelecehan itu mengemuka). Dalam menyatakan penyebab masalah, UII mencoba mengambil jarak bahwa pelaku bukan lagi merupakan bagian dari UII (alumni). Meski begitu UII menegaskan bahwa UII tidak lepas tangan dalam hal ini. Sehingga dalam komponen rekomendasi penyelesaian masalah, UII menawarkan sejumlah langkah penyelesaian seperti membentuk tim pencari fakta, memfasilitasi korban atau penyintas untuk mengadukan tindakan ini, bekerjasama dengan pihak eksternal agar memperoleh keterangan yang lebih objektif. Untuk terduga pelaku, UII mengharapkan pelaku juga bisa memberikan keterangan dengan jujur. Tentu saja yang bisa dilakukan UII kepada terduga pelaku sangatlah terbatas, karena secara resmi UII sudah tidak ada ikatan dengan terduga pelaku. Ada pun dalam memberikan penilaian moral, UII menyatakan komitmen dalam membantu penyintas memperoleh keadilan dan menegaskan bahwa kekerasan seksual tidak mendapat tempat di kampus tertua di Indonesia ini

Berdasarkan teori mengenai jenis pesan komunikasi krisis[11], pernyataan resmi UII didominasi jenis pesan remediation di mana organisasi menyampaikan langkah-langkah untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat krisis. Isi pesan ini bisa dilihat pada komponen rekomendasi penyelesaian masalah. Remediation termasuk dalam kategori pesan yang digunakan ketika organisasi menyatakan siap bertanggungjawab terhadap krisis yang terjadi.

Pernyataan resmi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang[12] (selanjutnya ditulis UIN Malang – pen) berjudul “Siaran Pers tentang dugaan kekerasan seksual di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang”, terdiri dari lima point. Dalam mendefinisikan masalah, UIN Malang memaparkan bahwa terdapat berita dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dosen universitas tersebut terhadap mahasiswi. Dalam memperkirakan penyebab masalah, UIN Malang terkesan masih berhati-hati dengan menempatkan kejadian ini sebagai “dugaan”, karena belum menerima aduan atau laporan dari pihak mana pun tentang kasus ini. Dalam komponen rekomendasi penyelesaian masalah, UIN Malang memaparkan prosedur yang akan digunakan sembari menekankan prinsip-prinsip yang digunakan dalam investigasi. Selain itu UIN Malang juga memaparkan bahwa kampus tersebut telah memiliki unit-unit kerja yang siap membantu penyintas. Dalam komponen memberikan penilaian moral, pihak UIN Malang menegaskan komitmennya terhadap pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus, dan meminta maaf kepada sivitas akademika kampus tersebut atas adanya pemberitaan (lihat Tabel 2).

Secara umum pernyaaan resmi UIN Malang masih menempatkan kasus ini sebagai dugaan, karena belum memperoleh laporan langsung dari pihak korban atau pihak lain yang mengetahui kasus ini. Karena berupa dugaan, maka strategi yang digunakan dalam penryataan resmi masih beragam, dalam arti tidak didominasi oleh strategi tertentu. Dalam mendefinisikan masalah dan penyebab masalah, UIN Malang cenderung menggunakan strategi excuse dengan mengatakan bahwa pihak lain adalah penyebab krisis (pemberitaan media), sementara UIN Malang sendiri belum menerima laporan langsung dari pihak terkait. Dalam teori, excuse merupakan strategi dari sebuah organisasi untuk “ambil jarak” dengan krisis (distance strategy) yakni upaya untuk meminimalkan tanggungjawab organisasi dan menyebut pihak lain yang bersalah[13], dalam hal ini adalah pemberitaan media.

Namun penulis beranggapan bahwa cara excuse ini adalah sikap hati-hati dari UIN Malang. Tantangan dalam komunikasi krisis adalah, organisasi dituntut untuk segera memberikan informasi[14], sementara di sisi lain organisasi itu sendiri belum punya data yang kuat. Menghadapi situasi ini, yang bisa organisasi lakukan adalah memberikan pernyataan awal, memberikan penegasan atau konfirmasi terhadap hal-hal yang organisasi itu sendiri sudah memiliki data yang kuat, serta tidak menanggapi spekulasi.

Dalam menyikapi krisis, organisasi harus memikirkan juga bagaimana persepsi publik terhadap organisasi. Jika persepsi publik terhadap organisasi positif, maka organisasi akan lebih mudah dalam menangani krisis; begitu pula sebaliknya[15]. Seperti dipaparkan di tinjauan pustaka, kasus pelecehan seksual akan memberikan citra negatif dalam waktu yang lama bagi perguruan tinggi, bahkan ketika hasil investigasi resmi menunjukkan bahwa perguruan tinggi tidak bersalah sekali pun. Itu sebabnya dalam komponen rekomendasi penyelesaian masalah UIN Malang memilih strategi remediation yakni tawaran solusi bagi penyelesaian masalah ini dan kesiapan UIN Malang untu membantu penyintas, meski pernyataan itu baru mengungkapkan secara prosedural. Sementara dalam memberikan penilaian moral UIN Malang memilih strategi meminta maaf (apology) kepada sivitas akademika dan rectification yakni berupaya melakukan pencegahan agar kasus ini tak terulang lagi di waktu mendatang.

Pernyataan resmi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta[16] berjudul “UMY Tanggapi Pemberitaan Pelanggaran Kode Etik Dosen” bertujuan untuk memberikan klarifikasi terhadap pemberitaan yang salah yang dilakukan sebuah media online. Media tersebut menuliskan telah terjadi pelecehan seksual. UMY juga mengakui ada tindakan seorang dosen yang kode etik universitas namun bukan berbentuk pelecehan seksual. Setelah klarifikasi ini, berita yang salah itu juga menghilang/dihapus oleh media tersebut[17].

Ada dua hal yang disampaikan UMY dalam pernyataan resmi yang disampaikan dalam bentuk tulisan paragraph tersebut, pertama mengenai pemberitaan yang salah dan kedua tindakan yang diambil pada dosen yang melakukan pelanggaran kode etik.

Pembahasan mengenai pemberitaan yang salah disampaikan UMY dalam komponen mendefinisikan masalah dan penyebab masalah. Dalam mendefinisikan masalah, UMY mengatakan bahwa sebuah media online telah menyajikan berita tentang ancaman pemecetan seorang dosen karena melakukan pelanggaran kode etik. Efek dari berita tersebut adalah “menimbulkan kegaduhan” di kalangan sivitas akademika kampus. Dalam komponen penyebab masalah, UMY menampilkan pernyataan dari Wakil Rektor tentang letak kesalahan dari media tersebut, yakni menggunakan sumber yang tidak sah dan media tersebut hanya menyajikan berita secara sepihak, tanpa klarifikasi terlebih dahulu pada pihak UMY.

Ada pun mengenai pelanggaran kode etik disampaikan dalam komponen rekomendasi penyelesaian masalah dan membuat penilaian moral. Dalam rekomendasi penyelesaian masalah, UMY menampilkan pernyataan Rektor yang mengakui terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan seorang dosen. Tidak disebutkan secara spesifik tentang bentuk pelanggaran, hanya disampaikan “telah terjadi pelanggaran kode etik dosen dan etika tata krama yang telah dilakukan seorang dosen UMY kepada beberapa mahasiswi yang mengakibatkan ketidak nyamanan lingkungan kerja” . Sebagai langkah penyelesaian masalah, UMY telah memecat si pelaku. Ada pun dalam moral judgement, UMY memaparkan tentang dasar aturan yang digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan. Aturan ini bermaksud menunjukkan bahwa UMY tidak mentolerir pelanggaran kode etik oleh dosen.

Secara garis besar, UMY menggunakan dua strategi[18] komunikasi krisis dalam merespon kasus ini. Pertama adalah strategi excuse dengan cara menyatakan pihak lain (dalam hal ini media yang salah memberitakan) sebagai penyebab krisis; kedua adalah strategi rectification namun hanya sebatas memaparkan tindakan korektif (melakukan pemecatan) tanpa menjelaskan langkah-langkah pencegahan untuk kejadian berikutnya.

 

KESIMPULAN

Ketiga perguruan tinggi Islam memiliki perbedaan dalam strategi pernyataan resmi. UII didominasi oleh strategi remediation, karena kasus ini, meski pun belum terbukti secara hukum (di persidangan), namun laporan para penyintas sudah disampaikan oleh lembaga resmi (dalam hal ini LBH Yogyakarta). Lewat strategi remediation, UII menyampaikan langkah-langkah strategis untuk penyelesaian kasus tersebut. Sementara UIN Malang memilih strategi “ambil jarak” dengan peristiwa tesrebut, karena pelecehan seksual itu baru sebatas pemberitaan media dan belum ada laporan dari penyintas; dan rectification adalah upaya untuk mengantisipasi agar peristiwa itu tidak terulang lagi di waktu mendatang. Ada pun pernyataan resmi UMY memiliki tujuan utama (dilihat dari penyusunan paragraph per paragraph) adalah klarifikasi berita yang salah, maka dominan untuk menuding pihak lain (dalam hal ini media) sebagai penyebab krisis. Langkah penanganan peristiwa memang disebutkan, tetapi hanya sebatas sanksi bagi pelaku. Ini berbeda dengan UII dan UIN Malang yang menyebutkan tawaran solusi bagi penyintas. Perbedaan lain adalah penyajian narasumber. Apabila dalam pernyataan resmi UII dan UIN Malang tidak mencantumkan nama narasumber, di pernyataan resmi UMY mencantumkan nama narasumber yang merupakan pimpinan universitas.

Pelajaran umum yang bisa diambil (lesson learned) dari kasus ini adalah perguruan tinggi merupakan organisasi yang juga rentan terhadap krisis sehingga perlu memiliki kewaspadaan terhadap peristiwa-peristiwa yang berpotensi menimbulkan krisis dan kesiapan dalam menghadapi krisis. Komunikasi merupakan salah satu upaya dalam menangani krisis. Perguruan tinggi harus segera memberikan pernyataan resmi terhadap krisis yang terjadi karena dalam situasi krisis, terlebih saat ini di mana akses internet begitu mudah, maka rumor akan dapat menyebar dengan cepat.  Itu sebabnya perguruan tinggi perlu merespon sesegera mungkin, guna menunjukkan keseriusan dalam menangani permasalahan. Ada pun isi pesan hendaknya menerangkan langkah-langkah penyelesaian persoalan yang sudah dilakukan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Busriyanti. 2012. “Islam dan Kekerasan terhadap Perempuan”. Religió: Jurnal Studi Agama-Agama, Volume 2, No. 2

Cornelissen, Joep. 2011. Corporate Communication A Guide to Theory and Practice. Los Angeles: SAGE

Gainey, Barbara S. 2010. “Educational Crisis Management Practices Tentatively Embrace the New Media” dalam W.Timothy Coombs dan Sherry J.Holladay (Editors) The Handbook of Crisis Communication. West Sussex, UK : Wiley-Blackwell

Kriyantono, Rahmat. 2015a. Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Kriyantono, Rahmat. 2015b. Public Relations, Issue & Crisis Management. Jakarta: Kencana

Prastya, Narayana Mahendra. 2016. “Analisis Framing dalam Riset Public Relations” Informasi : Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi, Vol. 46, No.2, Desember

 

 

[1] Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.

[2] Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.

[3] “Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota”. Diakses dari : https://tirto.id/testimoni-kekerasan-seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW, tanggal akses 27 Mei 2020

[4] Busriyanti. 2012. “Islam dan Kekerasan terhadap Perempuan”. Religió: Jurnal Studi Agama-Agama, Volume 2, No. 2, hal 125-137

[5] Ibid

[6] Gainey, Barbara S. The Handbook of Crisis Communication, hal. 310

[7] Kriyantono, Rahmat. 2015. Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, hal 213, 316

[8] Prastya, Narayana Mahendra. 2016. “Analisis Framing dalam Riset Public Relations” Informasi : Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi, Vol 46, No 2 Desember, hal. 196-199

[9] Ibid, hal.201. Baca juga, Cornelissen, Joep. 2011. Corporate Communication A Guide to Theory and Practice. Los Angeles: SAGE, hal.204

[10] Link pernyataan resmi UII : https://www.uii.ac.id/rilis-media-universitas-islam-indonesia-tentang-dugaan-tindak-pelecehan-dan-kekerasan-seksual-oleh-im/, tanggal akses 14 Mei 2020

[11] Cornelissen, Joep. Corporate Communication A Guide to Theory and Practice, hal 204.

[12] Link pernyataan resmi UIN Malang : https://uin-malang.ac.id/r/190601/siaran-pers-dugaan-kekerasan-seksual.html, tanggal akses 14 Mei 2020

 

[13] Cornelissen, Joep. Corporate Communication A Guide to Theory and Practice, hal 204.

[14] Kriyantono, Rahmat. 2015. Public Relations, Issue & Crisis Management. Jakarta: Kencana,  hal. 235-237

[15] Ibid, hal. 319-321

[16] Link pernyataan resmi UMY : Link : https://www.umy.ac.id/umy-tanggapi-pemberitaan-pelanggaran-kode-etik-dosen.html, tanggal akses 14 Mei 2020

[17] Tentang kronologis kejadian, misal baca : “UMY Bantah Kabar Oknum Dosen Lakukan Pelecehan Seksual” (Republika.co.id, 6 Maret 2020). URL : https://republika.co.id/berita/q6rnzd377/umy-bantah-kabar-oknum-dosen-lakukan-pelecehan-seksual, tanggal akses 15 Mei 2020

[18] Cornelissen, Joep. Corporate Communication A Guide to Theory and Practice, hal 204