Qurban Tanpa Takut Corona

Qurban  Tanpa Takut  Corona

Oleh: Hana Isnaini Al Husna, S.T., M.A

 

Pendahuluan

Qurban  merupakan suatu ibadah yang dilakukan pada tanggal 10-13 Dzulhijjah, dan hukumnya adalah Sunnah Muakkad. Perintah untuk berqurban  terdapat di (Q.S. al-Kautsar [108]: 2):

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)”

Ayat ini menunjukkan bahwa perintah untuk berqurban  adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Ibadah qurban  dapat menambah nilai ketaqwaan, kesabaran, dan keikhlasan. Selain itu, ibadah qurban  juga dapat melatih kepedulian dan mengasah kepekaan terhadap permasalahan sosial, serta memperkuat sisi kemanusiaan.1 

Pelaksanaan Qurban  Saat Pandemi Covid-19

Dalam situasi pandemi Covid 19 saat ini, perlu adanya penyesuaian dalam pelaksanaan qurban . Apalagi kasus Covid 19 di Indonesia masih tinggi, bahkan terjadi peningkatan kasus pada daerah yang awalnya masuk dalam kategori zona hijau berubah menjadi daerah zona merah. Berdasarkan data dari covid19.go.id per 11 Juli 2021, daerah yang masuk kategori zona merah mencapai 129 zona. Adanya peningkatan kasus kematian Covid 19 ini, maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) -Tito Karnavian- menerbitkan peraturan dalam bentuk Instruksi Mendagri No. 15 Tahun 2021 tertanggal 2 Juli 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk Wilayah Jawa dan Bali. Instruksi Mendagri tersebut terdapat pada pasal ketiga butir “g” disebutkan bahwa tempat ibadah (masjid, mushola, gereja, pura, vihara dan klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara.[2] Beberapa masyarakat telah melakukan penutupan tempat ibadah atau hanya dikhususkan untuk masyarakat setempat dengan protokol kesehatan (prokes) ketat. Lalu bagaimana dengan pelaksanaan Hari Raya Idul Adha saat pandemi, yang mana sebelumnya identik dengan penyembelihan hewan qurban  yang dilakukan secara gotong royong, berkumpul bersama di masjid atau tanah lapang, dan tradisi rewang bagi masyarakat setempat?

Kemeriahan perayaan Idul Adha di masa pandemi seakan berubah menjadi rasa was-was dan khawatir tertular Covid 19. Apalagi dengan adanya PPKM ini membuat situasinya berubah dan dituntut lebih ketat untuk menerapkan protokol kesehatan. Meskipun dalam situasi pandemi, bukan berarti umat muslim terbebas dari hukum berqurban . Ibadah qurban  tidak dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka dihukumi sebagai sedekah, sebagaimana pendapat As-Sarkhasi dalam kitab al-Mabsuth juz 2 halaman 282 : adapun apa yang diakui menjadi hak para mustahiq zakat adalah aspek kemaslahatan untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga boleh diberikan berupa harga atau nilai. Hal ini berbeda dengan hadyu dan qurban  yang hakikatnya adalah aliran darah (penyembelihan), sehingga seandainya setelah hewan qurban  itu disembelih rusak sebelum dibagikan, maka tidak ada  kewajiban sedikit pun  yang dibebankan kepada orang yang qurban . Penyembelihan qurban  itu tidak dapat dihargakan dan maknanya tidak dapat dijangkau akal.[3]

Hal tersebut yang kemudian menjadikan dasar bagi Fatwa MUI untuk tetap melakukan penyembelihan hewan qurban . Hanya saja bagaimana dalam pelaksanaan penyembelihan hewan qurban  tidak menjadi was-was atau khawatir terkena Virus Corona 19. Majelis Ulama Indonesia dalam Fatwanya telah mengatur tata cara dalam berqurban  di tengah pandemi ini. Sehingga panduan yang diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia ini hendaknya ditaati oleh umat Muslim di Indonesia. Tentu saja pelaksanaanya berbeda dari tahun-tahun sebelum pandemi, hanya saja yang terpenting adalah apa yang diperintahkan agama juga dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya meskipun tidak bisa disamakan dengan tahun-tahun sebelum pandemi.

Panduan Penyembelihan Hewan Qurban  dari MUI

Fatwa MUI Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban  saat Wabah Covid-19 merupakan pegangan bagi umat Muslim dalam melaksanakan penyembelihan hewan qurban . Beberapa Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI telah disesuaikan dengan  syariat Islam dan juga protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Majelis Ulama Indonesia dalam Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal mengusulkan agar penyembelihan hewan qurban  diserahkan kepada rumah potong hewan (RPH).[4] Akan tetapi untuk saat ini sebagaimana kebiasaan yang ada di masyarakat, pemotongan hewan qurban  biasa dilakukan di halaman atau sekitar masjid dengan mendatangkan ahli potong atau yang biasa disebut jagal. Apabila memang dilakukan pemotongan mandiri maka harus memperhatikan 3 (tiga) aspek yaitu:[5] (1). Aspek protokol kesehatan, (2). Aspek kebersihan dan sanitasi, (3) Aspek kebersihan lingkungan.

Dari tiga aspek diatas pemotongan harus disiplin dalam penerapan protokol kesehatan yang ketat dan higienis. Bentuk penerapan protokol kesehatan dapat mengacu pada gerakan 6 M yaitu :

1. Memakai masker

Selama kegiatan penyembelihan berlangsung, panitia penyembelihan hewan qurban  harus mewajibkan semua pihak yang terlibat untuk menggunakan masker. Anjuran menggunakan masker dobel harus disosialisasikan sebelumnya kepada panitia, baik melalui grup whatsapp atau dengan pamflet yang ditempel di Masjid atau area penyembelihan. Pastikan panitia tidak melepas masker meski hanya sebentar. Hal ini untuk memastikan bahwa semua pihak atau daging yang disembelih terlindungi dari droplet yang bisa menularkan Virus Covid 19.

2. Mencuci tangan

Menyediakan alat untuk cuci tangan seperti sabun dan hand sanitizer di area penyembelihan. Tahapan kapan saja harus mencuci tangan kembali harus diedukasi kepada panitia penyembelihan. Pada saat datang, saat akan memegang daging, dan saat akan membagikan daging kepada masyarakat dan sebelum pulang ke rumah pastikan harus tetap mencuci tangan. Hal yang paling penting untuk diingat adalah tidak menggaruk mata, hidung atau daerah sekitar wajah, tujuannya untuk menjaga agar tetap bersih.

3. Menjaga jarak

Hal yang paling sulit pada saat penyembelihan adalah menjaga jarak fisik atau disebut  dengan physical distancing. Dalam Fatwa MUI Nomor 36 Tahun 2020 disebutkan untuk berstrategi dalam pelaksanaan penyembelihan qurban  adalah dengan cara mengoptimalkan keluasan waktu selama 4 (empat) hari, dari setelah pelaksanaan shalat Idul Adha yaitu tanggal 10 Dzulhijjah hingga sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah. Apabila peserta qurban  diperkirakan banyak dan tempat untuk menjaga jarak sangat minim, maka dapat diambil opsi untuk membagi dalam rentang waktu tersebut.

4. Menghindari kerumunan

Untuk menghindari kerumunan disarankan untuk memilih area yang memadai dan disesuaikan dengan jumlah panitia qurban . Pertimbangan dalam memilih area penyembelihan adalah tempat terbuka dengan maksud sirkulasi udara lancar, kebersihan tempat, dan luar area. Tradisi rewang untuk ibu-ibu harus diperketat protokol kesehatannya karena kebiasaan ngerumpi pada saat rewang.

5. Mengurangi mobilitas

Pembagian hewan qurban  sebaiknya dipastikan hanya untuk daerah setempat saja dan dilakukan oleh beberapa orang yang sudah ditentukan tugasnya. Sehingga, mobilisasi panitia dapat terawasi. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang matang karena panitia sudah dibagi sesuai job deskripsinya.

6. Menghindari makan bersama

Pada masa PPKM ini gerakan M yang ke 6 adalah menghindari makan bersama. Panitia qurban  dihimbau dapat menyiapkan makan untuk panitia berupa nasi kotak, supaya dapat dibawa pulang ke rumah masing-masing pada saat istirahat dan sholat. Budaya makan bersama saat ini perlu dihindari, dikarenakan mutasi virus saat ini terdeteksi pada klaster rumah makan. Pada saat makan orang pasti membuka masker, sehingga hal tersebut dapat terjadi penularan Covid-19.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pelaksanaan ibadah qurban  di masa pandemi perlu disesuaikan dengan  syariat Islam dan juga protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Sehingga pelaksanaan ibadah qurban  menjadi aman, sehat dan tanpa takut terinfeksi virus corona 19.

 

MARÂJI’:

* Kepala Urusan Sumber Daya Manusia, Fakultas Kedokteran UII, email [email protected]

1 Syatar, Abdul dkk. 2020. Qurban Innovation Due to The Covid-19: Experiences from Indonesia. European Journal of Molecular & Clinical Medicine. Volume 07, Issue 10.

[2] Mendagri RI. (2021). Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2021: Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali. Setkab RI.

[3] Al Sarakhsi. (1993). Al Mabsuth, Juz 2. Dar al Kutub al Ilmiyah.

[4] MUI RI. (2009). Fatwa MUI No 12 Tahun 2009. MUI.

[5] MUI RI. (2020). Fatwa MUI No 36 Tahun 2020. MUI.