PENTINGNYA MENDAMAIKAN ORANG YANG BERSELISIH
Seorang manusia mempunyai emosi di dalam dirinya. Kadangkala bisa meluapkan amarah, kekecewaan, dan kesedihan. Emosi yang ada dalam diri manusia dapat menyebabkan konflik karena beberapa alasan. Misalnya tawuran yang terjadi oleh para siswa antar sekolah, bisa saja tawuran timbul karena teman satu sekolah tidak terima diejek atau dipukul dan sebagainya. Semakin lama banyak yang ikutan membela temannya yang akhirnya terjadi tawuran. Timbulnya suatu konflik bisa mengarah kepada kekerasan seperti contoh tawuran. Untuk mencegah konflik yang bisa berakibat pada kekerasan, diperlukan rasa saling menerima keberadaan masing-masing individu maupun kelompok yang bertikai. Salah satu cara untuk mendorong perdamaian, diperlukan pihak ketiga sebagai pihak untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih.
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.(HR. Muslim)
Nabi Muhammad sebelum menjadi Rasulullah , telah memiliki sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat yang ada pada Nabi Muhammad antara lain rajin, jujur, dan dapat dipercaya. Sebelum diangkat menjadi Rasulullah, pernah terjadi pertikaian pada kaum Quraisy saat itu. Berawal dari kegiatan merenovasi bangunan Ka’bah akibat banjir yang telah melanda kota Mekkah. Pada tahap peletakkan Hajar Aswad, mulailah perselisihan para tokoh kaum Quraisy. Masalah yang timbul adalah siapakah yang pantas dalam meletakkan Hajar Aswad tersebut. Kaum Quraisy terdiri dari beberapa kelompok (bani). Masing-masing kelompok mengajukan bahwa pemimpin kelompok mereka yang pantas meletakkan Hajar Aswad. Tidak menemukan jalan keluar, mereka akhirnya sepakat bahwa barang siapa yang datang paling lewat pintu maka dialah yang pantas meletakkan Hajar Aswad di tempatnya (Al-Mubarakfur, 2015).
Seseorang yang pertama kali masuk adalah Rasulullah . Mereka menjelaskan kepada Rasulullah mengenai kondisi yang mereka hadapi. Rasulullah diminta untuk mencari solusi untuk menyelesaikan pertikaian ini. Dia akhirnya meminta sebuah selendang kain. Kemudian para pemuka yang telah berselisih diminta untuk memegang ujung-ujung selendang, Rasulullah meletakkan hajar aswad di tengah-tengah selendang. Para pemuka membawa Hajar Aswad dengan selendang yang dipegang pada ujung-ujung selendang. Mereka bersama-sama mengangkat dan membawanya ke tempat batu yang akan diletakkan. Ketika sudah mendekati tempat yang akan diletakkan, Rasulullah mengambil hajar aswad dan meletakkan ke tempat yang ditujukan.
Cara ini merupakan solusi yang paling tepat untuk para pemuka yang berselisih. Alasannya ialah semua pemuka merasakan bahwa mereka ikut terlibat dalam peletakkan Hajar Aswad. Walaupun mereka bukan yang meletakkan batunya, namun dengan memegang ujung selendang, mereka sudah merasa ikut meletakkan. Selain itu sejak awal Rasulullah tidak mencari siapa yang paling berhak, tapi bagaimana semua ini terlibat. Ini menjadi pembelajaran bagi kita bahwa ketika ada orang yang berselisih tidak memihak salah satu.
Kita sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban dalam mendamaikan bagi yang bertikai. Apabila yang bertikai tidak mau saling mengalah, dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi perpecahan umat Islam. Silaturahim akan hancur dan akan saling membenci.
Berikut adalah ayat-ayat tentang mendamaikan orang yang berselisih, “Dan apabila ada dua golongan orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.” (Q.S.Al-Hujurat[49]:9). Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (Q.S.Al-Anfal[8]:1)
Kadangkala kita merasa takut dalam mendamaikan perselisihan. Kita khawatir apabila ikut campur dalam perselisihan, masalah akan timbul lebih parah. Padahal tidak demikian. Justru dalam perselisihan diperlukan orang ke tiga untuk mendamaikan. Allah menekankan kepada hambanya untuk selalu peduli. Masalah hasil, Allah tidak melihat keberhasilan tapi melihat usaha kita. Selama kita berusaha, Allah juga akan menolong hambanya.
Kita mungkin bisa melakukan ibadah dengan rajin dan melaksanakannya dengan baik, namun bila kita tidak peduli apa yang ada di lingkungan kita apalah artinya ibadah. Di luar sana banyak orang yang saling bertikai secara terbuka maupun tertutup. Apabila kita sebagai seorang muslim tidak bertindak maka cepat atau lambat perpecahan umat Islam akan terjadi.
Di era sekarang kita telah melihat dengan sendirinya bahwa telah terjadi perpecahan di dalam masyarakat. Tidak hanya sedikit orang, banyak malahan. Banyaknya perselisihan yang tak kunjung selesai menjadi sebuah pertanyaan bagi kita sendiri. Jangan-jangan kitalah yang selama ini diam hanya menyaksikan pertikaian? Atau malah kita menikmati pertikaian sebagai hiburan semata?
Pengalaman tercerai berainya umat Islam sebenarnya pernah terjadi di masa kehancuran Bani Abbasiyah. Terjadinya kemunduran tidak lain merupakan akibat dari pertikaian yang tidak kunjung selesai. Tidak bersatunya umat Islam mengakibatkan Bani Abbasiyah sudah tidak memiliki kekuatan untuk melawan pasukan Mongol atau Tartar. Hanya dalam 40 hari, dinasti yang sudah ada selama 500 tahun lebih terpaksa lenyap. Detik-detik keruntuhan Bani Abbasiyah merupakan hal yang paling menyakitkan pada masa itu. Untuk pertama kalinya umat Islam tidak merasakan kepemimpinan khalifah, sebelum masuk ke era Turki Usmani.
Inilah pentingnya kita menjaga perdamaian antar sesama muslim. Selama pertikaian terus dibiarkan, keruntuhan umat Islam akan datang. Janganlah saling membenci, bila sedang marah kepada saudaramu maka tahanlah. Selalu jaga emosi, bila ingin mengingatkan teman yang salah maka ungkapkan dengan baik-baik.
Ingatlah selalu kepada ajaran Rasulullah yang senantiasa untuk sabar. Rasulullah sebagai panutan kita, maka kita harus mengikutinya. Karena beliau adalah sebaik-baik manusia, bukankan manusia terbaiklah yang pantas kita ikuti? Seperti yang sudah dicontohkan di atas bagaimana Rasulullah menghentikan pertikaian kaum Quraisy dengan caranya. Ingatlah pengalaman umat Islam bagaimana hancurnya persatuan mereka akibat pertikaian yang berujung pada keruntuhan Bani Abbasiyah.
Sepotong Kisah Perselisihan Setelah Rasulullah Wafat
Ketika Rasulullah meninggal, banyak sahabat yang sedih. Rasulullah yang selama ini selalu membimbing umat ke jalan yang lurus akhirnya meninggal dunia. Ia adalah manusia terbaik, selalu tersenyum bila bertemu dengan orang lain. Orang yang melihat Rasulullah hatinya menjadi sejuk. Rasulullah juga manusia dan setiap manusia pasti akan mengalami kematian.
Setelah meninggalnya Rasulullah , para sahabat dari kaum anshar dan muhajirin berkumpul untuk membahas siapa yang paling pantas untuk menggantikan Rasulullah yaitu khalifah. Pemimpin adalah hal yang paling penting dalam mengarahkan umat ke jalan yang lurus. Tanpa ada pemimpin, mustahil umat bisa tetap di jalan yang lurus.
Saqifah Bani Saidah menjadi tempat untuk pertemuan para pemuka kelompok Anshar dan Muhajirin dalam memilih khalifah. Mereka saling mengangkat calon pemimpin dari kelompoknya masing-masing. Kaum Anshar angkat bicara, mereka mengatakan bahwa kaum Anshar adalah para penolong Allah dan sebgaia pionirnya. Mereka khawatir kaum Muhajirin akan mendominasi dalam kekuasaan.
Awalnya Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah merupakan dua orang yang diusulkan oleh Abu Bakar untuk dipilih menjadi khalifah. Keributan terjadi dan semua yang berada di tempat itu saling angkat bicara. Ini adalah masalah yang rumit dalam memilih khalifah. Umar yang melihat keributan itu kemudian mengangkat tangan Abu Bakar dan membai’atnya sebagai khalifah. Bai’at Umar sebagai usulan Abu Bakar untuk dijadikan khalifah. Abu Bakar merupakan sahabat Rasulullah yang paling hebat. Ketika Rasulullah menyebarkan ajaran Islam, Abu Bakar langsung menerima. Selain itu, Abu Bakar merupakan orang yang ditunjuk untuk menggantikan imam ketika Rasulullah sakit. Setelah Umar berbai’at, kaum Muhajirin ikut membai’at kemudian kaum Anshar juga ikut membai’at.
Apa yang menjadi pelajaran dari kisah pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah ini adalah bahwa permasalahan apapun tidak boleh terjadi perpecahan umat. Kita harus peka terhadap lingkungan yang bisa memecah belah persatuan dan mencegahnya. Mari kita ambil contoh bagaimana Umar bin khattab yang berhasil mencegah perpecahan di antara para umat muslim.
Semoga tulisan ini bisa memotivasi kawan-kawan dalam menambah wawasan terkait pentingnya arti perdamaian dan betapa buruknya perselisihan yang mengakibatkan perpecahan. Mari kita buka lagi sejarah dan cerita Rasulullah dan para sahabatnya dalam menangani perselisihan. Kalau tidak belajar dari mereka lantas siapa lagi? karena mereka adalah orang-orang terbaik.
Muhammad Nafiuddin Fadly
Mhs. Hubungan Internasional/2015
Universitas Islam Indonesia
Mutiara Hikmah:
Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama daripada puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu mendamaikan perselisihan diantara kamu, karena rusaknya perdamaian diantara kamu adalah pencukur (perusak agama)”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)