Diskusi Tematik “Menjawab Problematika Childfree dalam Pandangan Psikologi Islam”
Fenomena childfree sekarang ini sedang marak diperbincangkan di kalangan masyarakat luas. Hal ini menimbulkan pro dan kontra baik di media sosial dan lingkungan masyarakat. Childfree sendiri secara umum dapat dikatakan sebagi keinginan untuk tidak memiliki anak dalam sebuah rumah tangga.
Bersama dengan hal tersebut, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan kegiatan diskusi tematik #1 mengusung tema “Menjawab Problematika Childfree dalam Pandangan Psikologi Islam”. Diskusi ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Februari 2022 secara online melalui platform zoom meeting. Kegiatan ini merupakan bentuk upaya dari DPPAI UII untuk memberikan pemahaman yang lebih lanjut kepada mahasiswa serta masyarakat umum terkait adanya fenomena childfree yang dilihat dari sudut pandang psikologi Islam.
Pada kegiatan diskusi ini, DPPAI mengundang narasumber ahli psikologi yaitu Dr.rer.nat.Dian Sari Utami , S.Psi., MA. selaku Dosen Psikologi, Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosisal Budaya Universitas Islam Indonesia. Yang mana dimoderatori oleh Santri Pengabdian Pondok Pesantren UII yitu Dylia Putri Ramadhani S.Psi.
Berdasarkan pemaparan dari Dr.rer.nat.Dian Sari Utami , S.Psi., MA. faktor yang melatarbelakangi adanya pemikiran childfree yang pertama yaitu, adanya trauma di masa lalu, khususnya dengan orang tuanya kemudian hal itu menyebabkan rasa takut kejadian tersebut terulang kepada anaknya. Kedua, adanya rasa kurang efikasi diri (percaya diri) ketika ia menjalani peran sebagai orang tua. Ketiga, adanya rasa kurang menghargai dan kurang menerima diri sendiri atas apa yang dimilikinya, yaitu ketika seseorang merasa dirinya belum pantas untuk menjadi orang tua yang nantinya akan mendidik anaknya. Keempat yaitu gaya hidup free life, yaitu keadaan diamana seseorang tidak ingin kehilangan ‘masa mudanya’, tidak ingin waktu pribadi dengan teman-temannya menjadi hilang. Faktor kelima yaitu terdapat dorongan maupun paksaan dari pemerintah yang berpengaruh pada situasi politik di suatu negara. Situasi politik di setiap negara tentu berbeda, contohnya ketika pemerintah mengeluarkan aturan untuk program tidak memiliki anak, atau satu kepala keluarga dibatasi hanya boleh memiliki satu anak dan sebagainya.
Secara perspektif Islam, rasa takut untuk memiliki anak yang kemudian menimbulkan pola pikir untuk bersikap serta memutuskan untuk tidak memiliki anak (childfree) merupakan indikasi dari kurangnya ketaqwaan seseorang kepada Allah. Rasa takut tersebut perlu dikelola dengan mempersipakan diri sebelum menikah, agar hati dan mentalnya lebih kuat. Indikasi bahwa seseorang sudah siap untuk menikah yaitu tidak adanya rasa takut serta khawatir akan urusan dunia. Karena Allah akan menolong dan melancarkan setiap perjalanan ibadahnya setelah menikah.
Apabila ada seorang muslim yang memilih untuk menerapkan childfree dalam hidupnya disebabkan karena khawatir akan finansial, maka jauh sebelum orang itu berpikir untuk tidak memiliki anak, Allah telah berfirman dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 31 yang artinya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak mu karena takut kemiskinan, Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu”. Pada ayat tersebut Allah menjamin bahwa Allah akan mencukupkan rizki bagi setiap hamba-Nya maka rasa khawatir dan takut tidak mampu membiayai hidup keluarga hendaknya bukan menjadi permasalahan yang utama untuk mengambil keptusan childfree.