Press Release Webinar Keislaman seri 8 bertajuk “Pinjaman Online dalam Kacamata Islam”

Saat ini pinjaman online telah menjadi pilihan alternatif masyarakat dalam memperoleh pinjaman secara cepat untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Namun akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus pinjaman online illegal yang merugikan banyak pihak khususnya peminjam yang datang dari kalangan masyarakat kelas bawah. Mereka sering mendapat ancaman dan terror lantaran kesulitan membayar hutang, bahkan ada yang sampai bunuh diri karena tidak kuat dengan ancaman tersebut.

Oleh karena itu Universitas Islam Indoensia yang dimotori oleh Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) mengadakan Webinar Keislaman seri 8 bertajuk “Pinjaman Online dalam Kacamata Islam”. Webinar ini diselenggarakan dalam jaringan (online) pada hari Sabtu, 13 November 2021. Dalam hal ini, DPPAI berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai hukum dan tindak lanjut kasus pinjaman online.

Webinar ini menghadirkan tiga pemateri, yaitu Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H (Guru besar dan ahli hukum pidana fakultas hukum UII), Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A (Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga), dan Dinavia Tri Riandari (Perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan). Webinar ini dimoderatori oleh Fajar Fandi Atmaja, Lc., M.Si (Dosen Ekonomi Islam UII).

Prof.Dr. Mudzakkir, S.H., M.H memberikan pandangan seputar pinjaman online dalam perspektif hukum. Dalam sisi hukum pinjaman online adalah sah. Namun, penyimpangan dari asas-asa tersebut yang menjadi masalah. Pinjaman online harus memenuhi syarat-syarat pinjam-meminjam yang sah. Sementara dalam hal tagih-menagih merupakan mekanisme dari pelunasan. Namun cara penagihan oleh beberapa oknum pinjaman online illegal dilakukan dengan salah dan tidak sah, karena disertai dengan ancaman.

Adapun Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A memberikan tinjauan dari perspektif syari’ah. Pinjam-meminjam  baik online maupun offline masuk ke dalam pembahasan fiqih muamalat. Jadi dalam akad Syariah, pinjam-meminjam tidak boleh dikenai jasa atau bunga. Menurut hukum syari’at transaksi tersebut merupakan transaksi dilarang yang menyebabkan akad tersebut fasik (rusak) yang artinya tidak memenuhi syarat keabsahan. Akad yang fasik wajib dibatalkan, tapi akad dapat diteruskan dengan menghilangkan sumber-sumber kefasikan seperti menghilangkan bunga.

Selanjutnya, Prof Syamsul menyatakan bahwa dalam nilai dasar etis, cara hutang harus dengan cara ihsan dan tidak boleh mengancam dan memposting hal-hal yang tidak pantas dan bertentangan dengan ihsan dalam bermuamalat. Cara penagihan hutang yang seperti itu merupakan bagian kezaliman dan menunda-nunda bayar hutang juga termasuk perbuatan zalim.

Lebih lanjut, Divania Tri Riandari menjelaskan mengapa pinjaman online illegal masih marak. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti aplikasi pinjaman online yang mudah diakses, kesulitan dalam memberantas karena lokasi server banyak ditempatkan diluar di luar negeri, tingkat literasi masyarakat masih rendah, yaitu tidak melakukan pengecekan legalitas dan terbatasnya pemahaman terhadap pinjol, dan adanya kebutuhan yang mendesak sehingga bayak masyarakat mengambil jalan mudah mengingat regulasi pinjaman di bank sedikit rumit.

Kemudian Divania juga memberikan Tips agar tidak terjerat pinjaman online illegal, yaitu apabila meminjam melalui platform pinjaman online, pastikan meminjam melalui platform fintech peer-to peer lending yang terdaftar di OJK dan meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan serta untuk kepentingan yang produktif. Sementara tips apabila sudah meminjam di pinjaman online illegal, yaitu laporkan ke SWI melalui email agar bisa dilakukan pemblokiran. Apabila sudah jatuh tempo dan tidak mampu bayar, maka hentikan upaya mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama. Apabila sudah mendapatkan penagihan yang tidak beretika bisa segera lapor ke polisi. (Nailis/DPPAI)

 

DOKUMENTASI