Pandangan IslamTerkait Penggunaan Vaksin, Obat, Herbal Untuk Menangani Covid-19
Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih menjadi isu utama dalam dunia kesehatan. Virus corona tidak dapat dipungkiri lagi, telah mengancam jiwa dan menjatuhkan banyak korban. Penggunaan obat terhadap gejala dan penyakit Covid-19 tentu memiliki risiko bagi pengguna, karena pada dasarnya tidak ada obat tanpa efek samping. Interaksi antara obat Covid-19 dan pengguna pada praktik di lapangan tentu harus terus dipantau sehingga efek negatif bagi kesehatan pengguna dapat diketahui dan dicegah lebih awal. Penggunaan obat herbal dan tradisional untuk penyembuhan penyakit saluran pernapasan, dipandang merupakan salah satu pilihan yang aman, halal dan thayyib bagi masyarakat agar terhindar dari tertularnya virus corona. Selain itu, Kasus kematian setelah suntik vaksinasi yang bermunculan di media tentu membuat masyarakat resah, oleh karena itu Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII menyelenggerakan Webinar Keislaman dengan tajuk Penggunaan Vaksin, Obat dan Herbal untuk Covid-19: Tinjauan Medis dan Islam, Sabtu (28/08).
Webinar yang diselenggrakan secara daring melalui zoom meeting dan kanal youtube DPPAI UII dihadiri oleh sekitar 115 peserta dan menghadirkan tiga pemateri dalam bidang obat-obatan dan vaksin, yakni Prof. Dr. Daryono Hadi Tjahjono, M.Sc., Apt (Guru Besar Farmasi ITB dan Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia), Prof. Dr. Yandi Syukri, S.Farm., M.Si. (Guru Besar Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia), dan Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt (Guru Besar Farmasi Injabar-UNPAD). Direktur Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) dalam sambutannya mengatakan bahwa webinar bertujuan mempertajam pengetahuan kita terkait pandangan Islam dengan kondisi saat ini, saat ini virus ini harus diyakini oleh semua orang, obat-obatan herbal dan vaksin menjadi salah satu ikhtiyar masyarakat dunia dalam menangani Covid-19.
Prof. Daryonno Hadi Tjahjono M.Sc., Apt mengawali materinya dengan menyajika data pertumbuhan Corona Virus-19 baik dalam lingkup nasional ataupun internasional. Kemudian beliau melanjutkan dengan pemaparan mengenai kisaran belanja obat 1,5 Triliun di dunia sampai pada tahun 2023. Beliau menyatakan bahwa dampak dari virus corona ini para Industri farmasi atau lab obat-obatan dituntut membuat obat-obatan untuk menangani virus corona. Hal ini tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit, belanja obat-obatan khususnya vaksin menjadi salah satu prioritas saat ini.
Prof. Daryonno mengatakan bahwa tidak ada istilah obat murah, tetapi adanya obat yang terjangkau sebab biaya riset produksi obat jauh lebih mahal dibandingkan dengan riset yang lainnya. Terjangkaunya obat-obat dilakukan dengan bantuan pemerintah dari dana pajak, asuransi dan pendapatan pemerintah yang lainnya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa sampai saat ini menurut BPOM belum ada obat yang dijamin bisa menyembuhkan Covid-19 secara pasti atau obat anti Covid-19, oleh karena hal ini menjadi tantangan bagi peneliti khususnya para ahli yang ada drug discovery untuk menemukan obar Covid-19 walaupun sudah pasti virus ini akan terus bermutasi.
Prof. Dr. Yandi Syukri, S.Farm., M.Si. mengawali materinya dengan menyampaikan sejarah obat dalam Islam khususnya dalam menangani virus. Beliau berpendapat bahwa prinsip utama dalam melakukan pengobatan ialah pengobatan merupakan iktiyar kita untuk sembuh, tetapi penyembuh yang sebenarnya ialah Allah. Beliau mengetakan bahwa al-Quran sudah menyebutkan berbagai tanaman yang bisa menjadi alternatif untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk virus. Dari berbagai jenis tanaman yang disebutkan dalam al-Quran, setidaknya tiga tanaman yang berpotensi untuk menangani Covid-19 yaitu Jahe, Propolis (produk dari lebah), dan Jinten Hitam (Habbatussauda).
Prof. Dr. Yandi menutup pemaparannya dengan berkesimpulan bahwa sebuah obat harus halal dan thayyib, namun pada kondisi tertentu (darurat) mengkonsumsi obat yang mengandung hal yang haram atau najis, dengan catatan belum ada obat yang secara pasti menangani penyakit tersebut.
Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt mengawali pemaparannya dengan menjelaskan tentang karakteristik virus Covid-19, virus ini menjadi pandemik sebab sangat mudah melakukan transmisi sehingga masyarakat dituntut untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Kemudian pemaparan beliau dilanjutkan dengan penjelasan terkait penanganan pasien yang terifeksi virus ini baik yang bergajala ataupu tanpa gejala. “ Jika pasien yang terinveksi tidak mempunyai gejala yang berat, suhu badan kurang dari 38° dan saturasi oksigen si pasien masih diatas 95% maka cukup dengan isolasi mandiri, tetapi jika terjadi pneumonia (radang paru-paru) dan saturasi oksigen dibawah 95% maka pasien tersebut harus di rujuk ke rumah sakit”, jelasnya.
Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si. juga memaparkan beberapa jenis vaksin yang digunakan dunia dan khususnya digunakan di Indonesia untuk mencegah penyebaran Covid-19, pada akhir pemaparannya beliau mengungkapkan bahwa strategi sehat di tengah pandemik Covid-19 yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi, membatasi konsumsi alkohol dan minumam yang manis, hindari merokok dan berolah raga minimal 30 menit bagi orang dewasa dan 1 jam bagi anak-anak, dan yang paling utama menjaga kesehatan mental. [] (Nafila/DPPAI).