Bijak Bermedia Sosial, agar Gawai Tidak Jadi Petaka
Bijak Bermedia Sosial, agar Gawai Tidak Jadi Petaka
Iksan Pamungkas
Pendahuluan
Media sosial merupakan salah satu fitur yang paling banyak digunakan oleh pengguna internet. Hampir seluruh masyarakat memiliki dan menggunakan media sosial untuk memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik. Berdasarkan data dari siaran pers kominfo tahun 2020, penggunaan media sosial paling tinggi adalah Whatsapp, Facebook dan Youtube. Bahkan 40% pengguna Whatsaapp memakai lebih dari 5 jam sehari. Selain itu, kominfo juga melakukan survei terkait berita hoaks dan hasilnya 30-60% responden mengaku pernah terpapar hoaks, 40%-55% yakin tidak akan menyebarkan hoaks, 21%-36% dapat mengidentifikasi hoaks, 11% pernah menyebarkan hoaks karena tidak terlalu dipikirkan. Melihat kenyataan tersebut, dapat dinilai bahwa literasi digital di Indonesia belum sampai pada level “baik”[1].
Di Indonesia, kasus ujaran kebencian melalui media social masih banyak terjadi. Sejak tahun 2018, kominfo telah memutus 3640 konten ujaran kebencian yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Trend masa yang akan datang tantangan ini akan semakin meningkat sesuai dengan trend survei yang dilakukan oleh kominfo pada 2020[2].
Pembahasan
Sejak tahun 2016, Microsoft melakukan survei tentang tingkat kesopanan digital (Digital Civility Index). Survei ini dilakukan pada tahun 2020 dengan melibatkan 16.000 responden dilebih dari 30 negara. Usia dewasa (18-74) dan remaja (13-17) menempatkan Indonesia pada peringkat 29 dari total 32 negara. Untuk Indonesia, sebanyak 503 responden telah memberikan data pada bulan April dan Mei 2020[3]. Alih-alih mengalami kecenderungan membaik, secara umum nilai kesopanan netizen Indonesia mengalami penurunan sebanyak 8 point dari tahun 2019. Peningkatan malah terjadi pada aktivitas rundungan/pelecehan.Peningkatan ini sebanyak 5 point untuk dari tahun 2019. 59% responden berharap kepada perusahaan media sosial untuk dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan derajat kesopanan. Kontribusi ini juga dapat di lakukan di Media massa, dan oleh Pemerintah, Institusi Pendidikan dan Institusi Keagamaan. Sementara, sebanyak 47% Responden menilai terjadi peningkatan hoaks dan penipuan pada tahun 2020. Data ini mengalami peningkatan 13 point dari tahun 2019, dan untuk ujaran kebencian terdapat peningkatan 5 point dari tahun 2019.
Yang cukup menyedihkan adalah 5 dari 10 responden atau 47% menyatakan terlibat dalam aktivitas perundungan. Dari data ini dapat disimpulkan, aktivitas online netizen indonesia yang dibarengi dengan semakin merata dan terjangkaunya akses internet, justru mengarah kepada aktivitas yang merugikan/menyinggung orang lain. Fakta lain yang membuat miris adalah akun media sosial Microsoft diserbu oleh netizen Indonesia karena tidak suka dengan temuan tersebut[4]. Hal ini menandakan bahwa belum terdapat kedewasaan dalam menerima fakta/temuan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat 62 dari total 70 negara terkait tingkat literasi. Literasi disini adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan[5].
Namun perlu disadari bahwa jumlah penduduk indonesia yang besar (peringkat 4 dunia) dan wilayahnya yang luas (17.504 pulau) idealnya diimbangi dengan jumlah buku bacaan yang juga melimpah.Akan tetapi jumlah bacaan yang beredar yang dimiliki perpustakaan umum di Indonesia hanya 22.318.083 eksemplar, sedangkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta lebih. Sehingga rasio antara buku dengan jumlah penduduk adalah 0,098. Standar UNESCO yaitu 3 buku perorang untuk setiap tahunnya. Banyak ditemukan kerugian pada penggunaan media sosial. Salah satunya media massa menjadi perantara untuk melakukan ujaran kebencian, dan menyebarkan berita hoaks yang membuat korban mengalami tekanan mental, sosial dan bahkan keselamatan hidupnya.
Contoh kasus ujaran kebencian dapat dilihat pada tahun 2021, yang mana ujaran kebencian tersebut ditujukan kepada Palestina. Tindakan oknum ini dilakukan disalah satu kanal media sosial yang sedang naik daun, yaitu Tiktok. Video dengan durasi 13 detik yang isinya adalah komentar terhadap Palestina dengan kata-kata makian, bahkan beberapa diantaanya menghasut agar dilakukan pembataian terhadap Palestina. Hal ini tentu saja sangat kejam dilakukan disaat penduduk Palestina menghadapi penindasan terhadap hak-hak bangsa Palestina. Saat ini kasus ini sudah diproses oleh kepolisian Nusa Tenggara Barat[6].
Berita bohong/hoaks juga banyak sekali ditemukan di media social. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang melakukan ujaran kebencian. Dari survei yang dilakukan oleh Kominfo, Microsoft, Pisa terhadap Indonesia terlihat bahwa hal ini banyak terjadi. Selain tanggung jawab dari perusahaan media social, dimana algoritma dari aplikasi yang menempatkan interaksi tinggi tanpa melihat konteks terhadap interaksi konten tersebut. Sehingga menjadi insentif bagi pembuat konten untuk berlomba-lomba membuat konten negatif yang akan populer dan menjadi tenar. Tentu hal ini merupakan tanggung jawab kita semua selaku penggunan media sosial agar dapat menggunakan dengan bijak. Masalah ini memang tidak sederhana dan membutuhkan kerjasama semua pihak, baik masyarakat pengguna media sosial, pemerintah dan perusahaan media sosial.
Media sosial tidak hanya berisi hal-hal negatif saja, tetapi masih juga banyak hal-hal bermanfaat dan positif lainnya yang beredar di media sosial. Untuk menghindari hal-hal negatif Allah telah memberikan petunjuk di dalam Al-Qur’an, diantaranya:
1.Firman Allah SWT dalam (Q.S. al-Hujurat [49]:6), yang memerintahkan pentingnya Tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohanmu, yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu.”
2. Firman Allah SWT dalam (QS an-Nur[24]:16), yang melarang untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari keburukan orang, serta menggunjing.
وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (16)
“Dan mengapa kamu tidak berkata ketika mendengarnya, ‘Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Maha suci engkau, ini adalah kebohongan yang besar.”
3. Firman Allah SWT dalam (Q.S. al-Qolam[69]:10-11) yang menegaskan keburukan pengumpat dan pencela serta larangan mengikutinya.
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (11)
“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina (10). Suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah (11).”
Sementara Nabi Muhammad s.a.w juga memerintahkan untuk:
1.Untuk berkata jujur dan melarang berbohong
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’”
2.Bertutur kata yang baik dan menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)[7]
Kesimpulan
Kondisi pandemi yang mengkaselerasi penggunaan media sosial harus dibarengi dengan pengetahuan dalam memanfaatkan media sosial dengan baik. Firman Allah SWT dan sabda Nabi s.a.w dapat digunakan sebagai panduan dalam bermuamalah dan menggunakan media sosial dijaman yang serba digital. Sehingga kita tidak terjerumus menjadi orang-orang yang merugi baik didunia dan diakhirat. Akhir kata, semoga kita selalu dilindungi Allah dari perbuatan keji dan diberikan iman dan kesehatan untuk dapat beribadah kepada Allah SWT.
Maraji’:
[1] Kominfo. 2020. “Status Literasi Digital Indonesia”. https://aptika.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2020/11/Survei-Literasi-Digital-Indonesia-2020.pdf
[2] Purnamasari, Deti Mega. 2021. “Sejak 2012, Kominfo Putus 3.640 Konten Ujaran Kebencian SARA”. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/27/11400241/sejak-2018-kominfo-putus-3640-konten-ujaran-kebencian-sara
[3] Microsoft. 2021. “Civility, safety & interaction online: Indonesia”. https://aka.ms/Digital_Civility_Year_Five
[4] Indonesia, CNN. 2021. ” Sebut Netizen RI Paling Tidak Sopan, Akun Microsoft Diserang”. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210226140821-192-611309/sebut-netizen-ri-paling-tidak-sopan-akun-microsoft-diserang.
[5] OECD ilibrary. 21st-Century Readers. https://www.oecd–ilibrary.org/docserver/a83d84cb–en.pdf?expires=1626852677&id=id&accname=guest&checksum=63FC973CB5E3FCBFB447CCD9597C6127
[6] Rahma, Andita. 2021.”Polisi Selesaikan Kasus Pemuda Hina Palestina lewat Restorative Justice”. https://nasional.tempo.co/read/1464129/polisi-selesaikan-kasus-pemuda-hina-palestina-lewat-restorative-justice/full&view=ok
[7] MUI. 2017. “Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.” http://mui.or.id/wp–content/uploads/files/fatwa/Fatwa–No.24-Tahun-2017-Tentang–Hukum–dan–Pedoman–Bermuamalah–Melalui–Media–Sosial.pdf